PENDAHULUAN
Dalam sejarah agama Hindu, sejak zaman purba telah banyak muncul
orang-orang yang membawa aliran perubahan. Mereka mengemukakan perubahan
sebagai tantangan terhadap ajaran Hindu.
Perubahan itu ada yang bertalian dengan ketuhanan, berkenaan dengan cara
mencapai akhirat (nirwana) atau disebut pula dengan moksa. Tantangan yang paling sengit
ditujukan terhadap sistem kemasyarakatannya. Sebagaimana diketahui, agama hindu
brahma menganut sistem kasta, dimana sebagaian manusia dipandang sangat mulia (brahma,
ksatria, dan waisya), sedangkan sebagian lagi dipandang sangat hina (sudra,
paria).
Pada abad ke 7 M (89 H), agama Islam mulai masuk dan bertapak di negeri India yang dibawa kafilah yang dipimpin oleh Muhammad bin
Qasim. Ajaran Islam menanamkan keyakinan tauhid, meyakinkan bahwa Maha Pencipta
alam Semesta ini adalah zat Yang Maha Esa dan Maha Kuasa dan tidak ada sekutu
baginya. Disamping itu Islam tidak memandang manusia dari asal keturunannya.[1]
Ajaran Islam ini ternyata membawa pengaruh yang sangat besar kepada
masayarakat India. Pernah timbul di india kerajaan-kerajaan Islam yang
cengkramannya kuat, diantaranya Moghul di Delhi, yang sampai sekarang masih
dapat dilihat bekas-bekasnya.
Diantara mereka ada yang tertarik dengan ajaran Islam, ada pula yang tidak
mau melepaskan diri dari paham Brahma. Mereka mengakui keesaan Tuhan, mereka
setuju tentang persamaan manusia, tetapi tentang akherat mereka masih tetap
mempercayai Nirwana, yakni akhir tujuan ruh bersatu dengan Tuhan.
Gerakan pembahuruan
dalam agama brahma/Hindu itu bermula pada abad ke enam sebelum masehi dan
berkelanjutan sampai abad ke ke 20. Tiga tokoh pembaharu diantaranya lantas
melahirkan agama tersendiri. Pertama yaitu, Siddharta Gautama (560 – 480
SM) dan ajarannya melahirkan Agama Budha. Kedua, adalah Mahavira (599 –
527 SM) dan ajarannya melahirkan Agama Jaina.Dan yang ketiga yaitu, Guru
Nanak (1469 – 1538 M) dan ajarannnya melahirkan Agama Sikh.[2]
Sebelum kedatangan Guru
Nanak itu muncul maka usaha untuk ke arah sinkronisasi antara agama Hindu dan
agama Islam itu telah dimulai oleh Kabir, seorang penyair India. Dan himpunan
sajaknya merupakan dari bagian di dalam Kitab suci agama Sikh.
Hinduisme berkembang
dengan baik, sampai kedatangan Islam,
pengaruh Islam dapat dilihat dari gerakan religious di India utara dengan
ciri monoteisme ketat, tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemujaan terhadap
imaji (patung gambar dan sebagainya). Sebagai contoh adalah Kabir (pada abad ke 15) yang mengajarkan sebuah agama universal berdasarkan
pada realisasi personal Tuhan yang tinggal didalam hati manusia, Guru Nanak
(1469-1538) seoarang yang mendirikan
agama Sikh yang berusaha untuk menyelaraskan agama Islam dan Hindu.[3]
SITUASI
POLITIK DAN KEAGAMAAN INDIA
Pemikiran Islam sudah
berekembang di India sejak awal abad ke-13. Meskipun penaklukkan Muslim pertama
terjadi awal abad ke-8 (kemenangan pertama Jenderal Qosim terjadi tahun 712 M),
namun pemikiran Islam baru ada sesudah pasukan Jengis Khan merebut
wilayah-wilayah Muslim yang mengakibatkan masuknya budaya Islam ke India.
Dengan kehancuran pusat-pusat kebudayaan Islam terbesar dan kehancuran
pusat-pusat studi di Samarqond, Balkh, Gahznin dan akhirnya tahun 1258 Baghdad
sendiri, banyak cendikiawan Muslim, para penyair, seniman, ilmuwan dan para
pakar sejarah melarikan diri ke India. Dengan segera kesultanan Delhi dan
pemerintahan Mughal di India menjadi pusat-pusat yang tidak sekedar pusat
pemerintahan politik; mereka menjadi pusat-pusat terkenal untuk studi Islam.[4]
a.
Zaman
Permulaan Pengaruh Islam di India (712-1206 M/93-602 H)
Dizaman
pemerintahan kholifah-kholifah, dimulai dari kholifah Abu Bakar, Umar dan
keturunan mereka pengaruh Islam lambat laun bertambah luas. Dengan mencapai
kemenangan-kemenangan yang gilang gemilang bangsa Arab dibawah panji Islam
menaklukan negeri-negeri Palestina, Syiria (Syam), Mesir, Afrika Utara,
Spanyol, Irak dan Iran (Persia), sehingga pada tahun 75 H kerajaan dari
keturunan kholifah Umar telah berbatas disebelah timur dengan tanah India dan
Tiongkok. Kholifah yang menguasai Iran dan berdiam di Baghdad menyerahkan
pemerintahan daerah-daerah di sebelah timur itu kepada amir-amirnya.[5]
Salah
seorang diantara amir-amir itu bernama Muhammad ibn Kasim. Ditahun 712 atau 93
H ia disuruh oleh Kholifah Walid II memerangi negeri Sindh, yaitu daerah sungai
Indus. Itulah permulaan pengaruh bangsa Arab di India. Perhubungan dengan Iran
bertambah rapat. Jadi perhubungan yang mula-mula diadakan oleh Iskandar
Dzulkarnain, dizaman Islam bertambah teguh dan kekal sampai sekarang.
Disebelah
timur Iran timbul suatu kerajaan baru yaitu kerajaan Ghazni, terletak di
Afghanistan sekarang, yang diperintah oleh seorang raja bernama Mahmud Ghazni,
bangsa Turki. Diantara tahun 1000-1026 M/390-417 H (masa pertengahan) ia
memerangi daerah Punjab.[6]
Ciri
utama masa ini menunjukkan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar
bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni
memimpin tujuh belas serangan yang gemilang ke India dan mematahkan perlawanan
orang-orang Hindu dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk menghancurkan
kota-kota dari pada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput
di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad Ghuri.[7]
Muhammad
Ghuri inilah sultan yang mengadakan serangan terhadap India semata-mata untuk
merebut seluruh negeri itu. Waktu pemerintahannya dari 1175-1203 M/570-601 H ia
menduduki Punjab, Gujarat, Bihardan Benggala, jadi dapat dikatakan seluruh
Hindustan. Sungguhpun raja-raja Hindu mengadakan persekutuan yang kuat untuk melawan
musuh baru itu, mereka dikalahkan juga dua kali di Tarain dekat Delhi; sutu
tempat yang merupakan pintu gerbang ke lembah Gangga.[8]
b.
Kerajaan
Delhi (1206-1526 M/602-932 H)
Setelah
Muhammad Ghuri meninggal, maka daerah-daerah India diperintah oleh panglima
besarnya Kutbu’ddin Aibak (1206-1211 M/602-607 H), seorang Turki.
Ditahun 1206 kuasanya sudah cukup diperkuatnya dan ia mengambil nama Sultan
Delhi. Raja-raja itu memerintah kesultanan Delhi dari tahun 1206-1290
M/602-932 H. mereka itulah raja-raja Islam yang pertama dan merdeka di India.
Kerajaan Delhi menjadi pokok kerajaan yang lebih luas lagi, yaitu kerajaan
Moghul yang tegak berdiri hingga tahun 1857, jadi lebih kurang dari 650 tahun.[9]
c.
Kerajaan
Moghul (1526-1857 M/932-1275 H)
Bagaikan
angin taufan tentara Moghul yang dipimpin oleh Babar menyerang dengan cepat dan
terus menduduki India Utara. Persekutuan Hindu yang dikepalai oleh Rana Sangha
tidak dapat lagi menahan mereka, lebih-lebih setelah kota Delhi jatuh.
Kekalahan pada dua tempat yaitu di Khanua dan Ghaghra rupanya sudah menentukan
nasib India. Pada tahun 1529 Babar telah dapat menguasai suatu daerah yang
luas, mulai dari Turkestan sampai teluk Benggala yang akan menjadi pangkal
kerajaan Moghul baru.
Setelah
Sultan Babar meninggal dunia dan dimakamkan di Kabul, ia diganti oleh Sultan
Humayun (1530-1556 M/937-963 H). Sultan ini memerintah selama 26 tahun, ia
bersemanyam di Delhi hanya beberapa tahun. Lebih dari 15 tahun sultan itu
terpaksa hilir mudik dikejar oleh musuhnya, sehingga ia melarikan diri ke Iran.
Ketika ia dalam perjalanan di Sindh lahirlah putranya Akbar yang kelak menjadi
sultan Moghul yang masyhur.[10]
Diantara
raja-raja musuh yang disegani ialah Sultan Sher Shah dari Bihar, keturunan
keluarga sultan-sultan Lodi dan seorang raja yang bersifat luar biasa. Ia juga
mempunyai cita-cita menaklukkan seluruh India. Balatentaranya kuat, peraturan
pemerintah dalam negeri amat baik, sehingga menjadi contoh Sultan Akbar
dikemudian hari. Makamnya di Sahasram adalah suatu ciptaan yang masyhur dalam
kebudayaan Islam. Lagi pula dalam waktu ia menguasai Delhi, kota itu
diperbaikinya. Sayang sekali sultan itu hanya memerintah 5 tahun saja
(1540-1545 M/946-952 H).[11]
d.
Hindustan
sesudah wafatnya Aurangzib (1707-1857 M/1119-1275 H).
Seperti
pada permulaan pemerintahannya Aurangzib berseteru dengan saudara-saudaranya,
begitu juga puteranya yang tiga orang[12]
itu masing-masing menuntut haknya akan menjadi sultan. Mu’azzam lebih kejam
dari dua saudaranya, ia datang dari Kabul menuju India dan memukul tentara saudaranya
‘Azam dekat Agra. Selanjutnya ia merebut kota Agra dan menarik kuasa kerajaan
kepadanya. Ia dinobatkan menjadi sultan dan mengambil nama Sultan Bahadur Shah
(1707-1712 M/1119-1124 H). ia bersekutu dengan bangsa Rajput dan setelah
mengadakan beberapa perjanjian terus berangkat untuk menyerang saudaranya,
Kambakhsh di Deccan.[13]
Bangsa
Maratha merasa senang juga sebab sultan yang baru melepaskan cucu Shivaji yang
ditawan sejak kecilnya dan dididik di Delhi. Pemuda itu diangkat menjadi raja
Maratha.
Gerakan
devosional (bhakti) di Maharastra (wilayah barat India) mengambil dua bentuk,
yakni: varakari dan dharakari. Bentuk dharakari lebih bersifat aktif dan
devosional, dimana salah satu tokohnya adalah Ramdas yang menjadi guru Shivaji
(1627-1680). Dibawah kepemimpinan Shivaji inilah kerajaan Marathas menjadi
sebuah kekuatan politik yang kuat dan menggantikan kekuatan muslim di Selatan.
Bentuk varakari melahirkan nama-nama besar penyair-santo diwilayah Barat India,
seperti Namadev (abad ke 14) dan Tukaram (abad ke 17).[14]
Pada
masa ini, dua gerakan politik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah
kerajaan Vijayanagar di Selatan dan kerajaan Marathas di bagian Barat India
(terlepas dari kaum Sikh di Punjab). Di masa kerajaan Vijayanagar, terjadi
kebangkitan kembali studi atas Weda dan komentar Hindu atas Weda yang ditulis
oleh Sayana. Kemudian juga Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli
dibidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi
devosional saat itu berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi
Wishnu.[15]
Akan
tetapi yang menggoncangkan pemerintahan sultan Bahadur ialah pemberontakan kaum
Sikh. Agama Sikh adalah suatu cabang agama Hindu yang mula-mula dipimpin oleh Guru Nanak
(1464-1539) yang terinspirasi dari ajaran-ajaran Kabir (1440-1518). Perbedaan
agama mereka dengan agama Hindu mengenai tiga perkara, yaitu:
1. Mereka
mengutamakan ke-esaan Tuhan yang bukan bersifat tiga (trimurti).
2. Pemujaan
kepada dewa-dewa tidak perlu.
3. Mereka
tidak mengakui pemisahan-pemisahan
masyarakat dalam beberapa golongan (warna atau kasta).[16]
Kaum
itu dipimpin oleh seorang guru selaku nabinya. Guru yang kesepuluh dan
penghabisan ialah Govind Singh (1675-1708). Guru inilah yang mengadakan
peraturan cara militer dalam masyarakat, dasar-dasar hidup, undang-undang dan
sebagainya. Yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh masyarakat itu.
Aturan-aturan itu termuat dalam buku suci “Adi-Granth”.
Kerajaan
Maratha timbul lagi dan hampir melampaui kerajaan-kerajaan lain. Kedudukan itu
tercapai oleh sebab kebijaksanaan wazir-wazir yang mendapat gelar “peshwa”.
Yang pertama diantara peshwa-peshwa itu ialah seorang Brahmin Balaji
Visvanatha.[17]
Gujarat
dan Malwa ditaklukkan mereka, sehingga tentara Maratha dapat menduduki kota
Delhi. Akan tetapi tentara itu sekoyong-koyong kembali keselatan dan memaksa
Nizam Hydrabat berdamai. Sementara itu Sultan Nadir Shah dari Iran
menunggu-nunggu waktu yang baik untuk merebut Delhi. Pada tahun 1739 M/1156 H
yang memasuki daerah India Utara.
Sementara
itu peshwa Maratha mengadakan persediaan untuk merebut Punjab. Ditahun 1758
daerah yang subur itu jatuh ketanganya. Pada saat itu adalah satu tindakan saja
yang perlu diambil oleh bangsa Maratha, yaitu menaklukkan Delhi, dan jikalau
berhasil merekalah yang akan menguasai seluruh India.
Akan
tetapi raja-raja Islam telah insyaf bahwa, jikalau mereka tidak bersatu
pemerintahan Islam akan lenyap dari India untuk selama-lamanya. Sebab itu
mereka meminta bantuan dari Sultan Ahmad Shah Durrani dari Afghanistan yang
mempunyai tentara yang kuat.
Ditahun
1760 tibalah waktunya bagi bangsa Maratha untuk menentukan kerajaan manakah
Hindu atau Islam yang akan tetap berkuasa di India. Ditahun 1761 balatentara
Maratha yang kuat menuju ke Utara untuk menyerang tentara Sultan Ahmad Shah
Durrani. Sekonyong-konyong timbullah penyakit menular dan bencana kelaparan
diantara orang Maratha dan mereka terpaksa mencari perdamaian. Mereka sedia
meninggalkan Punjab, akan tetapi persekutuan raja-raja Islam menolak.
Sebagai
penutup baiklah kita selidiki hal-hal yang menyebabkan kemunduran kerajaan
Hindustan itu.
Kerajaan
Hindustan tidak berakar dalam persatuan kebangsaan. Oleh sebab itu kekuatannya
tergantung pada kecakapan sultan-sultan yang berturut-turut memerintah. Sejarah
dunia mengakui bahwa sultan-sultan Moghul mulai dari Akbar hingga Aurangzib
mempunyai sifat-sifat yang luar biasa. Dalam 150 tahun, yaitu pemerintahan
Akbar sampai Aurangzib hanya empat orang sultan yang memeritah, jadi tiap-tiap
sultan rata-rata 36 tahun.[18]
Ciri
yang menonjol pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama
Wishnu. Dua nama besar dari Selatan adalah Vallaba (1479-1531) dari India
Selatan dan Caitannya (1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya mengajarkan
jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan Radha. Agama Wishnu popular ini
disebarkan di wilayah Maharastra oleh Namadeva (abad ke 14) dan Tukaran (abad
ke 17); sedangkan di Utara, agama Wishnu berkembang dalam bentuk penyembahan
terhadap Rama. Tokoh yang terkenal dari India Utara adalah Ramananda (abad ke
14).[19]
GERAKAN
KEAGAMAAN DALAM AGAMA HINDU YANG DIPENGARUHI AGAMA ISLAM
Seperti
dikatakan di atas bahwa Hinduisme berkembang dengan baik, sampai kedatangan
Islam, dalam mengakomodasikan jika bukan menyerap semua tantangan dalam bentuk
agresi dari luar dan perpecahan dari Islam. Islam memberikan pengaruh ganda
bagi Hinduisme. Disatu pihak, Islam menganjurkan perpindahan agama; dipihak
lain Islam mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan monoteistik bagi
kaum Hindu. Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang
pemisah antara keduanya.Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke 15).[20]
Belajar tokoh tak lepas
dari sejarah lahirnya tokoh tersebut, maka disini akan diuaraikan sejarah
tentang tokoh yang telah menyatukan ajaran agama Islam dan Hindu yaitu Kabir
serta ajaran-ajarannya.
a.
Riwayat
hidup kabir
Kabir
adalah seorang tokoh yang mendahului Guru Nanak ke arah sinkronisasi antara
agama Hindu dengan Agama Islam, dan himpunan sajaknya merupakan bagian di dalam
Granth Saheb.[21]
Ibu
dan bapaknya dari kasta yang hina di dalam agama Hindu, yang kehidupannya
melarat dan tidak mampu untuk mengidupi bayinya itu, kedua orang tuanya
menempatkan bayi itu pada sebuah keranjang dan menghanyutkannya pada sungai
Gangga di Benares.
Ketika
itu seorang penenun muslim bernama Niru dan isterinya bernama Nima turun ke
sungai Gangga untuk membersihkan diri dan mengambil air sembahyang, mereka melihat
keranjang berisikan bayi itu, lalu memungutnya dan membesarkannya sebagai anak
kandungnya sendiri karena keluarga penenun itu tidak punya anak. Ia diasuh dan
dibesarkan menurut tata kebaktian agama Islam.
Salah
satu sumber mengatakan bahwa Kabir (1440-1518)
adalah penyair dan santa dari India yang telah mempengaruhi gerakan Bhakti dari
ajaran beliau. Kabir yang seorang Muslim menjadi murid dari Ramananda seorang hindu, itulah mengapa Kabir juga mempercayai Atman dalam Hindu
(Veda) sebagai Tuhan yang impersonal (tak berwujud) dan menentang pemujaan
berhala.[22]
b.
Sejarah
dan Pengaruh Gerakan Kabir
Mulai
abad ke-7 sampai abad ke-15, karena jasa Shankara, ajaran wedanta mendominasi
pemikiran filsafat India. Akan tetapi, setelah abad ke-14 pemikiran filsafat
mengalami kemunduran hingga abad ke-18. Kemunduran ini sebenarnya telah muncul
mulai abad ke-12 saat kedatangan agama Islam di India. [23]
Pada waktu
itu timbullah kemungkinan serta awal perkembangan baru. Hal ini disebabkan karena pertemuan pemikiran India
dengan kebudayaan barat. Kedatangan Kebudayaan barat menimbulkan reaksi yang
hebat dari pihak ahli pikir india.
Reaksi
yang demikian itu telah dimulai Sesudah kedatangan agama islam di India
(kira-kira awal abad ke-12), maka timbullah beberapa orang Hindu yang menentang
pemujaan kepada berhala. Mereka mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan.[24]
Tokoh yang
terkenal namanya didalam pergumulannya dengan agama Islam umpamanya ialah Kabir
(1440-1518), dalam pertemuannya dengan agama Islam coba menjadikan agama Hindu
dan Islam saling mempengaruhi. Ajaran ini kemudian menjadi sumber bagi ajaran
Nanak, pendiri agama Sikh.[25]
Didalam
encyclopedia of world religious, di jelaskan bahwa Kabir adalah:
Indian mistic
and poet who attempted to bridge or unite Hindu and Muslim thought and preached
the essential unity of all religious and the essential equality of all men. He
was a forerunner of Sikhism, established by his disciple nanak.
(Ia adalah seorang
mistikus dan penyair yang mencoba untuk menjembatani atau menyatukan Hindu dan
Muslim, ia berpikir dan berkhotbah tentang kesatuan esensial dari semua agama
dan kesetaraan esensial dari semua orang. Dia adalah seorang pelopor Sikhisme,
didirikan oleh muridnya, Nanak).
Kabir yang lahir menjelang awal abad ke 15 adalah seorang
murid dari tokoh sufi Shikh Taqi dan Ramananda si bhakta (pendeivosi) besar Hindu yang menyebarkan Hinduisme Devosional
di sepanjang wilayah India utara. Meskipun ia banyak kali di klaim oleh penganut
agama Hindu sebagai seorang mistikus dan pembaru Hindu, tetapi sudah hampir pasti
bahwa ia dilahirkan dalam satu keluarga muslim dan bahwa ia tidak pernah menyangkal
Islam. Ia
tentu berkeberatan baik melawan kesempitan pandangan Islam maupun melawan sektarianisme
yang kaku dari hinduisme.[26]
Namun
tidak diragukan bahwa Kabir menerima ide-ide dan praktik-praktik baik Islam
maupun Hindu dengan mencoba mendamaikan dua agama ini atas dasar apa yang ia
kenal sebagai satu kesatuan yang lebih dalam.
Dalam
mengkritik Hinduisme, ia tidak tanggung-tanggung melawan system kasta,
poleteisme dan penyembahan berhala. Ia katakan, dari segi harkat kemanusiaan dan
akses kedalam praktik spiritual tak seorang
pun harus ditolak hanya kerena kelahirannya dalam satu kasta yang lebih rendah atau
dalam satu keluarga yang tak berkasta. Ia mengutuk penyembahan berhala karena perbuatan
ini mengalihkan energy para pendevosi jauh dari apa yang sungguh spiritual
sifatnya, sementara politeisme dilihatnya sebagai hal yang memperlemah devosi dan
pengabdian orang kepada realitas tertinggi.[27]
Kabir
diterima oleh para penganut agama Hindu kemudian sebagai seorang kudus besar
dan seorang pembaru; ia juga tercatat secara lengkap dalam satu biografi Hindu.
Bahwa ia pada kenyataannya adalah seorang pembaru muslim, pada awalnya hal itu hampir tidak menjadi soal
bagi para penganut Hindu sejauh pesan-pesan spiritualnya membawa harapan bagi
jutaan kaum miskin dan tertindas. [28]
Kabir berusaha
membersihkan agama Hindu dari pada noda-nodanya yang melemahkan kedudukan agama
itu di dalam perjuangannya terhadap agama Islam, dan mencoba untuk menjadikan
agama Hindu dan Islam saling mempengaruhi. [29]
Kabir juga membersihkan agama Hindu
dari pada tanda-tandanya yang lahir, umpamanya: pemujaan kepada patung-patung,
perbedaan kasta. Ia mengakui Tuhan (Zat tertinggi) yang disebut Ram, yang
bukannya pejelmaan Wisnu. Ia sama dengan Tuhan yang diakui oleh banyak agama.
ia juga pentingkan sabda, firman Tuhan yang menerangi orang secara rohani.[30]
Ajaran Kabir
menjadi salah satu sumber pokok dari ajaran Nanak, pendiri agama Sikh. Kabir
mengajarkan adanya Dzat yang tertinggi, Tuhan adalah Tuhan yang disembah banyak agama. Oleh karenanya
dikatakan bahwa menyembah banyak ilah adalah salah.[31]
Di dalam mencari Tuhan orang memerlukan seorang pawang[32].
Kelepasan didapatkan dengan iman (bakti). Sekalipun “kitab” sangat berharga,
namun kitab tidak boleh dihormati terlalu tinggi.
Hidup di lingkungan India Utara, sebuah tempat
yang sangat dipengaruhi budaya Persia Islam tidak membutakan hatinya untuk menutup
kebenaran spiritual dari tradisi agama-agama agung yang lain. Kabir belajar dan
menghayati “Hindusime” sebagaimana kearifan ajaran Hindu mengajarkan
inklusifisme.[33] Kabir mengagumi
tradisi Hindu Selatan dengan kesalehan personal yang asketik dan pelarangan pemujaan
patung sebagaimana Islam, maka ia ciptakan puisi-puisi agung tentang perjalanan
spiritual. karya-karyanya yang universal menunjukkan kalau ia mengagumi ide
karma dan inkarnasi Hindu sambil menganggap kasta sebagai hal yang merendahkan manusia.[34]
Satu yang terkenal dari kumpulan Puisi Dohe milik
Saint Kabir yaitu :
“Dukh
mein sumirana sabh karein
Sukh mein karein na koya
Sukh mein karein na koya
Jo
sukh mein sumirana karein
To dukh kaye hoye?”[35]
To dukh kaye hoye?”[35]
(Dalam
masa kesusahan, Tuhan diingat banyak orang tetapi ketika damai dan bahagia tiada
manusia yang mengingat-Nya. Jika Tuhan di ingat pada waktu yang indah dan bahagia,
mengapa masalah harus terjadi?)
Bait diatas memiliki kesamaan dengan Al-Quran
sebagai berikut : [QS 39:8]
“Dan
apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya
dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan ni’mat-Nya kepadanya
lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdo’a (kepada Allah) untuk
(menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan
kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka”.
Kabir yang juga menolak kasta dan praktek upacara-upacara dan
perayaan-perayaan lain dengan berpendapat bahwa Rama adalah spirit dan jiwa, ia
berkesimpulan bahwa Rama tidak dapat dipuja dalam bentuk-bentuk patung tetapi
cukup hanya melalui doa-doa saja. Lebih jauh lagi ia berpendapat bahwa Tuhan
bukan hanya milik orang Hindu atau Islam saja. Kabir tekenal dalam sikapnya
yang mementingkan masyarakat Sikh yang berusaha untuk menerapkan ajaran pokok
agama Hindu dan akidah Islam, serta sangat gigih berusaha menghilangkan
perbedaan-perbedaan dan ketegangan-ketegangan antar keduanya.[36]
Ia dilahirkan sebagai seorang
muslim dan kendati pada awal hidupnya dia meninggalkan kepercayaan muslimnya,
ia tetap memegang teguh monoteisme muslim yang keras dan sangat membenci system
kasta. Oleh karena itu agak aneh bahwa ia terbiasa menggunakan “Ram” (Rama)
untuk menyebut Tuhan meskipun dalam kenyataannya ia juga sangat membenci politeisme
Hindu. Hal ini kiranya menunjukan bahwa pendewaan Rama sudah begitu jauh
berlaku, sehingga namanya telah menjadi suatu sinonim untuk “Tuhan”. Bagi
Kabir, Rama bukan lagi pahlawan mitologis dalam Ramayana. Rupanya merupakan
perhatian Kabir untuk membangun suatu agama yang tidak dikekang baik oleh
dogma, kitab suci, ataupun system social. Agamanya baginya sebagai urusan
pribadi, sesuatu hubungan antara seorang manusia, Tuhan juga gurunya.
“Aku telah berpisah dari hindu dan muslim, tulisnya. Tak akan ku memuja
dengan orang hindu tidak juga sebagaimana orang muslim pergi ke Mekah. Aku
hanya akan mengabdi kepada-Nya, lain tidak tak akan ku berdoa kepada berhala
ataupun mengucapkan doa muslim. Akan ku taruh hatiku pada kaki Sang Maha
Tinggi, sebab kita bukan lagi Hindu ataupun Muslim”.
Gerakan kabir ini berakhir setelah abad ke-19, yaitu
ketika pemikiran filsafat india bangkit berkat sentuhan kebudayaan barat.
Pelopornya adalah Ram Mohan Ray (1777-1833). Ia seorang hindu yang memperoleh
pendidikan barat. Gerakannya disebut Brahma samaj, yang mempunyai sikap keras
terhadap Kristen.
c.
Ajaran-Ajaran
Dalam Gerakan Kabir
Diantara ajaran-ajaran kabir adalah sebagai berikut:
1. Ia
mengakui adanya satu Zat yang tertinggi, yaitu Tuhan. Yang disebut dengan nama Ram.
Tuhan bukanlah penjelmaan Wisnu. Oleh karena itu menyembah banyak ilah
adalah salah.
2. Menolak
adanya kasta, (yang berarti tidak
memandang manusia dari asal keturunannya). Dan juga menolak praktek upacara-upacara dan perayaan-perayaan
dalam mencapai Moksa.
3. Rama
adalah spirit dan jiwa, ia berkesimpulan bahwa Rama tidak dapat dipuja dalam bentuk
patung tetapi cukup hanya melalui doa-doa saja.
4. tentang Akhirat mereka masih tetap mempercayai Nirwana, yakni akhir tujuan ruh bersatu
dengan Tuhan (bersatunya Brahman dengan Atman).
5. Kitab-kitab
dianggapnya berharga, namun kitab-kitab itu tidak boleh dihormati secara berlebihan.
6. Sabha yaitu firman Tuhan adalah
penting sekali, tanpa sabha orang akan buta secara Rohani, tanpa mendapatkan
pintu gerbang kepada sabha orang akan tersesat. Sabha diterimanya dengan
perantaraan pengilhaman ilahi dan dengan perantaraan kata-kata guru.
KESIMPULAN
Hinduisme
berkembang dengan baik, sampai kedatangan Islam, pengaruh Islam dapat dilihat dari gerakan
religious di India utara dengan ciri monoteisme ketat, tanpa menghiraukan
perbedaan kasta dan menolak pemujaan terhadap imaji (patung gambar dan
sebagainya). Sebagai contoh adalah Kabir
(pada abad ke 15).
Kabir
adalah seorang mistikus (ahli tasawuf) dan penyair India. Lahir di Benares,
anak tukang tenun. Pada mulanya penganut Vaishanafa, kemudian pembaharu
Ramananda, dan menjadi pimpinan yang menolak kasta serta menyerukan kesatuan
agama. Ia disembah orang Islam dan orang Hindu. Peranannya yang sangat penting
memberikan ilham kepada pendiri agama Sikh.
Diantara
ajaran-ajarannya adalah bahwa Ia mengakui adanya satu Zat yang tertinggi, yaitu
Tuhan. Yang disebut dengan nama Ram. Sekalipun Kitab-kitab dianggapnya
berharga, namun kitab-kitab itu tidak boleh dihormati secara berlebihan. Didalam beragama terdapat Sabha yaitu
firman Tuhan yang penting sekali, tanpa sabha orang akan buta secara
Rohani, dan Sabha itu sendiri dapat
diterima dengan perantaraan pengilhaman ilahi dan dengan perantaraan kata-kata
guru.
Gerakan kabir ini
berakhir setelah abad ke-19, yaitu ketika pemikiran filsafat india bangkit
berkat sentuhan kebudayaan barat. Pelopornya adalah Ram Mohan Ray (1777-1833).
Ia seorang hindu yang memperoleh pendidikan barat. Gerakannya disebut Brahma
samaj, yang mempunyai sikap keras terhadap Kristen.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers, 2010
“Agama
Sikh, Identitas Baru Dari Pengaruh Hindhu Dan Islam” Diakses pada 18 September 2012 dari http://reviewofreligions.blogspot.com/2012/07/agama-sikh-identitas-baru-dari-pengaruh.html
Ali, Matius. Filsafat
India sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme. Tangerang: Sanggar Luxor,
2010
Ali, Mukti. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: PT. Hanindita, 1988
“Bhagat-bhagat Sikh” di akses pada 18 September 2012
dari http://www.gurudwaragurunanak.org/index.php/whatsnew/51-whatsnew/64-bhagat-bhagatsikh
Hadiwijono, Harun. Agama hindu dan Budha. Jakarta: GunungMulia, 2010
Hadiwijono, Harun. Sari Filsafat India. Jakarta:
GunungMulia, cet. IV, 1989
Kebung, Konrad. Filsafat
Berpikir Orang Timur (India, Cina dan Indonesia). Jakarta: PT. Prestasi
Pustakarya, 2011
Kusumah “Kabir: Pejalan Spiritual Universal” Diakses pada 18 September 2012 dari http://ahmedshahikusuma.wordpress.com/category/serba-anak-benua-india/
M. Koller, John. Asian
Phlosophies. Di terjemahkan oleh Donatus
Sermada. ____: Ledalero, 2010
“Pengetahuan Mengenai Agama Sikh” Diakses pada 18
September 2012 dari http://cpchenko.blogspot.com/2011/11/pengetahuan-mengenai-agama-sikh.html
Sou’yb, Joesoef. Agama-Agama
Besar di dunia. Jakarta: Al-husna Zikra, 1996
T. S. G. Molia. India:
Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Dinas Penerbitan Balai
Pustaka, 1959
_________. Encyclopedia
of World Religious. Concord
Publishing, Foreign Media Books, 2006
[1] “Pengetahuan Mengenai Agama Sikh” Diakses pada 18
September 2012 dari http://cpchenko.blogspot.com/2011/11/pengetahuan-mengenai-agama-sikh.html
[3] Matius Ali. Filsafat India
sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, (Tangerang: Sanggar Luxor, 2010),
h. 26
[4] John M. Koller. Asian
Phlosophies.Di terjemahkan oleh Donatus Sermada, (____: Ledalero, 2010), h.
213
[5] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, (Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1959), cet. I, h. 50
[6] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 50
[7] Matius Ali. Filsafat India
sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 23
[8] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 51
[9] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 51
[10] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 59
[11] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 59
[12] 3 orang itu adalah Mu’azzam yang bertempat jauh di Kabul, yang dua orang lagi
‘Azam dan Kambakhsh bersama-sama dengan sultan di Deccan waktu ia wafat.
[13] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 70
[14] Matius Ali. Filsafat India
sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 25
[15] Matius Ali. Filsafat India
sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 25
[16] Dr. T. S. G. Molia. India: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan, h. 80
[19] Matius Ali. Filsafat India
sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 25
[20]Matius Ali. Filsafat India
sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 23
[22] “Bhagat-bhagat Sikh” di
akses pada 18 September 2012 dari http://www.gurudwaragurunanak.org/index.php/whatsnew/51-whatsnew/64-bhagat-bhagatsikh
[23] Asmoro Achmadi. Filsafat
Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 90
[25] Konrad Kebung. Filsafat Berpikir Orang Timur (India, Cina
dan Indonesia), (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2011), h. 116
[26] John M. Koller. Asian
Phlosophies.Di terjemahkan oleh Donatus Sermada, (____: Ledalero, 2010), h.
234
[31]Harun Hadiwijono. Agama hindu
dan Budha, (Jakarta: GunungMulia, 2010), h. 49
[32]Pawang artinya orang yang sudah mengajar dirinya mengenal Tuhan.
[33] Inklusifisme artinya
percaya akan kebenaran agamanya namun tidak menutup kemungkinan untuk menerima
kebenaran dari agama lain, bersifat terbuka dan tidak fanatik. Lawan dari
inklusifisme adalah eklusifisme artinya hanya mengakui kebenaran agamanya saja
dan menolak kebenaran agama lain, bersifat tertutup dan fanatik.
[34] Kusumah “Kabir: Pejalan Spiritual
Universal” Diakses pada 18 September 2012 dari http://ahmedshahikusuma.wordpress.com/category/serba-anak-benua-india/
[35]
“Agama Sikh, Identitas Baru Dari Pengaruh Hindhu
Dan Islam” Diakses
pada 18 September 2012 dari http://reviewofreligions.blogspot.com/2012/07/agama-sikh-identitas-baru-dari-pengaruh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)