SEJARAH
KERAJAAN INDIA KUNO
Pada zaman dahulu kerajaan India Kuno sangat
berperan dalam pertrungan politik dunia pada zamannya. Kerjaan India Kuno
dibagi menjadi 3,
1. India di bawah Persia
Pimpinannya adalah Kaisar Darius,
1. India di bawah Persia
Pimpinannya adalah Kaisar Darius,
Darius I Agung
(549 SM– 486/485 SM; Bahasa Persia Kuno: Dārayawauš, Bahasa Persia Baru: Dâryûsh),
ialah putera Hystaspes atau Ahasyweros[1]. Darius, seperti yang tertulis dalam
prasastinya, merupakan seseorang yang berpegang teguh pada Zoroastrianisme. Semasa
pemerintahannya, undang-undang negara sering kali dirujuk dan diubah,
terutamanya undang-undang mengenai perbudakan dan penyogokan.Seperti Augustus,
Darius hanya memperluas Kekaisaran Persia dengan tujuan menguasai sumber alam
kawasan itu dan memastikan suku-suku tak berperadaban senantiasa di luar
perbatasan Persia. Pada masa yang sama, ia turut membuat beberapa perubahan
dalam ketentaraan seperti memperkenalkan sistem pengerahan, pemberian gaji,
latihan ketentaraan dan juga beberapa perubahan dalam angkatan darat dan
angkatan laut.
Sistem pemerintahan dan birokrasi Persia juga turut mengalami perubahan. Kekaisaran Persia dibagi atas beberapa wilayah dan masing-masing dikepalai seorang gubernur atau satrap. Jabatan ini selalu diwariskan dan berautonomi, menyebabkan setiap wilayah mempunyai undang-undang, kebudayaan dan kelas bangsawan tersendiri. Walau bagaimanapun, setiap wilayah bertanggung jawab untuk memberi upeti dalam bentuk emas dan perak kepada raja. Tetapi, ini menyebabkan banyak wilayah lain mengalami kemerosotan ekonomi seperti Babilonia. Setiap wilayah juga mempunyai sistem keuangan dan ketenteraan yang tersendiri.
Sistem pemerintahan dan birokrasi Persia juga turut mengalami perubahan. Kekaisaran Persia dibagi atas beberapa wilayah dan masing-masing dikepalai seorang gubernur atau satrap. Jabatan ini selalu diwariskan dan berautonomi, menyebabkan setiap wilayah mempunyai undang-undang, kebudayaan dan kelas bangsawan tersendiri. Walau bagaimanapun, setiap wilayah bertanggung jawab untuk memberi upeti dalam bentuk emas dan perak kepada raja. Tetapi, ini menyebabkan banyak wilayah lain mengalami kemerosotan ekonomi seperti Babilonia. Setiap wilayah juga mempunyai sistem keuangan dan ketenteraan yang tersendiri.
2.
Dinasti Murya
Dengan rajanya yang terkenal adalah Chandragupta.
Dengan rajanya yang terkenal adalah Chandragupta.
Chandragupta Maurya (Sansekerta: चन्द्रगुप्त मौर्य), (. Lahir 340 BCE,
memerintah 320 - 298 SM meninggal
sekitar 298 SM.) Adalah pendiri Kekaisaran Maurya. Chandragupta berhasil
menaklukkan sebagian besar dari anak benua India. Chandragupta, adalah Raja Maurya yang
pertama, ia keturunan dari klan Shakya dan dari kasta ksatria. Setelah mengalahkan Yunani di pegunungan Khyber sekitar 303 SM,
Chandragupta dinobatkan Raja di Taxila. Akhirnya, Chandragupta dianggap sebagai
pemersatu pertama India dan kaisar pertama yang tulus.
Sebelum Chandragupta menguasai kekuasaan, kerajaan regional kecil mendominasi benua barat laut, sedangkan Dinasti Nanda didominasi daerah tengah dan cekungan yang lebih rendah dari Sungai Gangga. Setelah penaklukan Chandragupta, Kekaisaran Maurya diperpanjang dari Bengal dan Assam di timur, ke Afghanistan dan Balochistan di Barat, ke Kashmir dan Nepal di utara, dan Dataran Tinggi Deccan di Selatan.
Prestasinya, yang berkisar dari satrapies Macedonia, menaklukkan di barat laut dan menaklukkan Kekaisaran Nanda pada saat dia berusia sekitar 20 tahun, untuk mencapai sebuah aliansi dengan Seleukus I Nicator dan membangun pemerintahan terpusat di seluruh Asia Selatan, itulah beberapa yang paling terkenal dalam sejarah India. Lebih dari dua ribu tahun kemudian, pencapaian Chandragupta dan penerusnya, termasuk Ashoka Agung, adalah obyek studi yang besar dalam sejarah Asia Selatan dan dunia
Sebelum Chandragupta menguasai kekuasaan, kerajaan regional kecil mendominasi benua barat laut, sedangkan Dinasti Nanda didominasi daerah tengah dan cekungan yang lebih rendah dari Sungai Gangga. Setelah penaklukan Chandragupta, Kekaisaran Maurya diperpanjang dari Bengal dan Assam di timur, ke Afghanistan dan Balochistan di Barat, ke Kashmir dan Nepal di utara, dan Dataran Tinggi Deccan di Selatan.
Prestasinya, yang berkisar dari satrapies Macedonia, menaklukkan di barat laut dan menaklukkan Kekaisaran Nanda pada saat dia berusia sekitar 20 tahun, untuk mencapai sebuah aliansi dengan Seleukus I Nicator dan membangun pemerintahan terpusat di seluruh Asia Selatan, itulah beberapa yang paling terkenal dalam sejarah India. Lebih dari dua ribu tahun kemudian, pencapaian Chandragupta dan penerusnya, termasuk Ashoka Agung, adalah obyek studi yang besar dalam sejarah Asia Selatan dan dunia
3. Raja Ashoka
Asoka adalah putra maharaja Maurya, maharaja Bindusara dari seorang selir yang pangkatnya agak rendah dan bernama Dharma. Asoka memiliki beberapa kakak dan hanya satu adik, Witthasoka. Karena kepandaian yang meneladani dan kemampuannya berperang, ia dikatakan merupakan cucu kesayangan kakeknya, maharaja Candragupta Maurya. Maka seperti diceritakan dalam bentuk legenda, ketika Candragupta Maurya meninggalkan kerajaannya untuk hidup sebagai seorang Jain, ia membuang pedangnya. Asoka menemukan pedangnya dan menyimpannya.
Jalan menuju kekuasaan
Maka sementara ia berkembang menjadi seorang prajurit ulung yang sempurna dan seorang negarawan lihai, Asoka memimpin beberapa regimen tentara Maurya. Popularitasnya yang naik di seluruh wilayah kekaisaran membuat kakak-kakaknya menjadi cemburu karena mereka cemas ia bisa dipilih Bindusara menjadi maharaja selanjutnya. Kakaknya yang tertua, pangeran Susima, putra mahkota pertama, membujuk Bindusara untuk mengirim Asoka mengatasi sebuah pemberontakan di kota Taxila, di provinsi barat laut Sindhu, di mana pangeran Susima adalah gubernurnya. Taxila adalah sebuah daerah yang bergejolak karena penduduknya adalah sukubangsa Yunani-India yang suka berperang dan juga karena pemerintahan kakaknya, pangeran Susima kacau. Oleh karena itu dalam daerah ini banyak terbentuk milisi-milisi yang mengacau keamanan. Asoka setuju dan bertolak ke daerah yang sedang dilanda huru-hara. Maka ketika berita bahwa Asoka akan datang menjenguk mereka dengan pasukannya, ia disambut dengan hormat oleh para milisi yang memberontak dan pemberontakan bisa diakhiri tanpa pertumpahan darah. (Provinsi ini di kemudian hari memberontak lagi ketika Asoka memerintah, namun kemudian ditumpas dengan tangan besi).
Keberhasilan
Asoka membuat kakak-kakaknya semakin cemas akan maksudnya menjadi maharaja
penerus, maka hasutan-hasutan Susima kepada Bindusara membuatnya membuang
Asoka. Asoka kemudian pergi ke Kalinga dan menyembunyikan jatidirinya. Di sana
ia bertemu dengan seorang nelayan wanita bernama Karubaki, dan ia jatuh cinta.
Prasasti-prasasti yang baru ditemukan menunjukkan bahwa ia kelak menjadi
permaisuri selirnya yang kedua atau ketiga.
Sementara itu, ada sebuah pemberontakan lagi, kali ini di Ujjayani (Ujjain). Maharaja Bindusara mengundang Asoka kembali setelah dibuang selama dua tahun. Asoka pergi ke Ujjayani dan pada pertempuran di sana terluka, tetapi para hulubalangnya berhasil menumpas pemberontakan. Asoka kemudian diobati secara diam-diam sehingga para pengikut setia pangeran Susima tidak bisa melukainya. Ia diurusi oleh para bhiksu dan bhiksuni beragama Buddha. Di sinilah ia pertama kalinya berkenalan dengan ajaran Buddha, dan di sini pula ia berjumpa dengan Dewi, yang merupakan perawat pribadinya dan putri seorang saudagar bernama Widisha. Maka setelah pulih, ia menikahinya. Hal ini tidak bisa diterima oleh Bindusara bahwa salah seorang putranya menikah dengan seorang penganut Buddha, maka beliau tidak memperbolehkannya tinggal di Pataliputra, tetapi mengirimnya kembali ke Ujjayani dan membuat menjadi seorang gubernur.
Tahun selanjutnya berjalan cukup tenang untuknya dan Dewi akan melahirkan putranya yang pertama. Sementara itu maharaja Bindusara mangkat. Sementara berita putra mahkota yang belum lahir menyebar, Pangeran Susima berniat untuk membunuhnya; namun si pembunuh justru membunuh ibunya. Menurut legenda, dalam keadaan murka, pangeran Asoka menyerang Pataliputra (sekarang Patna), dan memenggal kepala kakak-kakaknya semua termasuk Susima, dan membuangnya di sebuah sumur di Pataliputra. Pada saat tersebut banyak orang yang menyebutnya Canda Asoka yang artinya adalah Asoka si pembunuh dan tak kenal kasih.
Sementara Asoka naik takhta, ia memperluas wilayah kekaisarannya dalam kurun waktu delapan tahun kemudian dari perbatasan daerah yang sekarang disebut Bangladesh dan Assam di India di timur sampai daerah-daerah di Iran dan Afganistan di barat; dari Palmir Knots sampai hampir di ujung jazirah India di sebelah selatan India.
Sementara tahap-tahap awal kepemimpinan Asoka terbukti cukup haus darah, ia kemudian menjadi pengikut ajaran Buddha setelah menaklukkan Kalingga, daerah yang sekarang adalah negeri bagian India Orissa. Kalingga adalah sebuah negeri yang bangga akan kemerdekaan dan demokrasinya; dengan demokrasi monarki dan parlementernya, negeri ini bisa dikatakan sebuah pengecualian di Bharata Kuna, karena di sana ada konsep Rajadharma, yang berarti kewajiban para pemimpin, yang secara dasar bersatu-padu dengan konsep keberanian dan Ksatriyadharma.
Asal mula Perang Kalingga (265 SM atau 263 SM) tidak jelas. Salah satu saudara Susima kemungkinan melarikan diri ke Kalingga dan mendapat suaka secara resmi di sana. Hal ini sangat membuat murka Asoka. Ia diberi saran oleh para menterinya menyerang Kalingga untuk tindakan pengkhianatan ini. Asoka kemudian meminta Kalingga untuk tunduk kepada kekuasaannya. Ketika mereka menolak diktatnya, Asoka mengirimkan salah seorang panglima perangnya supaya mereka tunduk.
Sang panglima perang dan pasukannya kalah dan melarikan diri berkat kepandaian panglima perang Kalingga. Asoka yang tercengang akan kekalahan ini, menyerang dengan sebuah pasukan yang terbesar pernah ada dalam sejarah India sampai saat itu. Kalingga melawan dengan sengit tetapi mereka bukan padanan pasukan perang Asoka yang sangat kuat. Seluruh wilayah Kalingga dijarah dan dihancurkan: piagam-piagam Asoka di kemudian hari menyebutkan bahwa di sisi Kalingga kurang lebih 100.000 jiwa tewas sedangkan jumlah prajurit Asoka yang tewas kurang lebih 10.000. Ribuan pria dan wanita dibuang pula.
Sementara itu, ada sebuah pemberontakan lagi, kali ini di Ujjayani (Ujjain). Maharaja Bindusara mengundang Asoka kembali setelah dibuang selama dua tahun. Asoka pergi ke Ujjayani dan pada pertempuran di sana terluka, tetapi para hulubalangnya berhasil menumpas pemberontakan. Asoka kemudian diobati secara diam-diam sehingga para pengikut setia pangeran Susima tidak bisa melukainya. Ia diurusi oleh para bhiksu dan bhiksuni beragama Buddha. Di sinilah ia pertama kalinya berkenalan dengan ajaran Buddha, dan di sini pula ia berjumpa dengan Dewi, yang merupakan perawat pribadinya dan putri seorang saudagar bernama Widisha. Maka setelah pulih, ia menikahinya. Hal ini tidak bisa diterima oleh Bindusara bahwa salah seorang putranya menikah dengan seorang penganut Buddha, maka beliau tidak memperbolehkannya tinggal di Pataliputra, tetapi mengirimnya kembali ke Ujjayani dan membuat menjadi seorang gubernur.
Tahun selanjutnya berjalan cukup tenang untuknya dan Dewi akan melahirkan putranya yang pertama. Sementara itu maharaja Bindusara mangkat. Sementara berita putra mahkota yang belum lahir menyebar, Pangeran Susima berniat untuk membunuhnya; namun si pembunuh justru membunuh ibunya. Menurut legenda, dalam keadaan murka, pangeran Asoka menyerang Pataliputra (sekarang Patna), dan memenggal kepala kakak-kakaknya semua termasuk Susima, dan membuangnya di sebuah sumur di Pataliputra. Pada saat tersebut banyak orang yang menyebutnya Canda Asoka yang artinya adalah Asoka si pembunuh dan tak kenal kasih.
Sementara Asoka naik takhta, ia memperluas wilayah kekaisarannya dalam kurun waktu delapan tahun kemudian dari perbatasan daerah yang sekarang disebut Bangladesh dan Assam di India di timur sampai daerah-daerah di Iran dan Afganistan di barat; dari Palmir Knots sampai hampir di ujung jazirah India di sebelah selatan India.
Sementara tahap-tahap awal kepemimpinan Asoka terbukti cukup haus darah, ia kemudian menjadi pengikut ajaran Buddha setelah menaklukkan Kalingga, daerah yang sekarang adalah negeri bagian India Orissa. Kalingga adalah sebuah negeri yang bangga akan kemerdekaan dan demokrasinya; dengan demokrasi monarki dan parlementernya, negeri ini bisa dikatakan sebuah pengecualian di Bharata Kuna, karena di sana ada konsep Rajadharma, yang berarti kewajiban para pemimpin, yang secara dasar bersatu-padu dengan konsep keberanian dan Ksatriyadharma.
Asal mula Perang Kalingga (265 SM atau 263 SM) tidak jelas. Salah satu saudara Susima kemungkinan melarikan diri ke Kalingga dan mendapat suaka secara resmi di sana. Hal ini sangat membuat murka Asoka. Ia diberi saran oleh para menterinya menyerang Kalingga untuk tindakan pengkhianatan ini. Asoka kemudian meminta Kalingga untuk tunduk kepada kekuasaannya. Ketika mereka menolak diktatnya, Asoka mengirimkan salah seorang panglima perangnya supaya mereka tunduk.
Sang panglima perang dan pasukannya kalah dan melarikan diri berkat kepandaian panglima perang Kalingga. Asoka yang tercengang akan kekalahan ini, menyerang dengan sebuah pasukan yang terbesar pernah ada dalam sejarah India sampai saat itu. Kalingga melawan dengan sengit tetapi mereka bukan padanan pasukan perang Asoka yang sangat kuat. Seluruh wilayah Kalingga dijarah dan dihancurkan: piagam-piagam Asoka di kemudian hari menyebutkan bahwa di sisi Kalingga kurang lebih 100.000 jiwa tewas sedangkan jumlah prajurit Asoka yang tewas kurang lebih 10.000. Ribuan pria dan wanita dibuang pula.
Asoka masuk Buddha
Menurut cerita legenda, satu hari setelah peperangan usai, Asoka
menjelajah kota dan yang bisa dilihat hanyalah rumah-rumah yang terbakar dan
mayat-mayat yang bergelimpangan di mana-mana. Hal ini membuatnya muak dan he
berteriak dengan kata-kata yang menjadi termasyhur: "Apakah yang telah
kuperbuat?" Kekejian penaklukan ini akhirnya membuatnya memeluk agama
Buddha dan ia memakai jabatannya untuk mempromosikan falsafah yang masih
relatif baru ini sampai dikenal di mana-mana, sejauh Roma dan Mesir. Sejak saat
itu Asoka, yang sebelumnya dikenal sebagai “Asoka yang kejam” (Canda Asoka)
mulai dikenal sebagai sang
Ia lalu mempromosikan aliran Buddha Wibhajyawada dan
menyebarkannnya di dalam wilayahnya dan di seluruh dunia yang dikenal mulai
dari 250 SM. Maharaja Asoka bisa dikatakan adalah yang pertama dengan serius mengusahakan
pembentukan satuan politik Buddha.
Dalam usahanya ini, ia dibantu oleh putranya Mahinda yang mulia dan putrinya Sanghamitta (yang berarti “mitra Sangha”) dan yang membawa agama Buddha ke Sri Lanka. Asoka membangun ribuan stupa dan vihara bagi penganut Buddha. Stupa-stupa di Sanchi sangat termasyhur dan stupa bernama Sanchi Stupa I didirikan oleh Maharaja Asoka. Selama sisa masa pemerintahannya, ia menganut kebijakan resmi anti-kekerasan ahingsa. Bahkan penyembelihan dan penyiksaan sia-sia terhadap hewan pun dilarang. Margasatwa dilindungi dengan undang-undang sang maharaja yang melarang pemburuan untuk olahraga dan pengisian waktu luang. Pemburuan secara terbatas diperbolehkan untuk maksud konsumsi namun Asoka juga mempromosikan konsep vegetarianisme. Asoka juga menaruh belas kasihan kepada para narapidana di penjara. Mereka diperbolehkan mengambil cuti, sehari dalam waktu setahun. Ia berusaja meningkatkan ambisi profesional rakyat jelata dengan membangun pusat-pusat studi yang mungkin bisa disebut universitas. Ia juga mengupayakan system irigasi bagi pertanian. Rakyatnya diperlakukan secara sama, apapun derajat, agama, haluan politik, ras, sukubangsa dan kasta mereka. Kerajaan-kerajaan di sekeliling wilayahnya yang sebenarnya mudah ditaklukkan ia buat sebagai sekutu yang terhormat.
Asoka juga dipercayai membangun rumah-sakit untuk hewan dan merenovasi jalan-jalan utama yang menghubungkan daerah-daerah di India. Setelah perubahan dirinya, Asoka dikenal sebagai Dhammashoka (bahasa Pali), artinya Asoka, penganut Dhamma, atau Asoka yang Soleh. Bentuknya dalam bahasa Sansekerta adalah Dharmâsoka. Asoka kemudian mendefiniskan prinsip-prinsip dasar dharma (dhamma) sebagai tindakan anti-kekerasan, toleransi terhadap semua sekte atau aliran agama, dan segala pendapat, mematuhii orang tua, menghormati para Brahmana, guru-guru agama dan pandita, baik hati terhadap kawan, perlakuan manusiawi terahadap para pembantu, dan murah hati terhadap semua orang. Prinsip-prinsip ini menyinggung haluan umum etika berkelakuan terhadap sesama di mana tidak ada kelompok agama atau sosial yang bisa menentang.
Beberapa pengkritik perpendapat bahwa Asoka takut akan adanya lebih banyak peperangan. Namun sebenarnya negara-negara tetangganya, termasuk kekaisaran Seleukus dan kerajaan-kerajaan Baktria-Yunani yang didirikan oleh Diodotus I, tidak ada yang bisa menyamai kekuatan Asoka. Asoka hidup pada masa yang sama dengan Antiochus I Soter dan penerusnya Antiochus II Theos dari dinasti Seleukus seperti begitu pula Diodotus I dan putranya Diodotus II dari kerajaan Baktria-Yunani. Jika prasasti-prasasti dan piagam-piagamnya dipelajari dengan teliti, maka bisa disimpulkan bahwa ia mengenal Dunia Helenistik tetapi tidak pernah kagum. Piagam-piagamnya yang membicarakan hubungan persahabatan, memberikan Antiochus dari kekaisaran Seleukus dan Ptolemeus III dari Mesir. Tetapi kemasyhuran kekaisaran Maurya sudah tersebar semenjak kakek Asoka, Candragupta Maurya mengalahkan Seleucus Nicator, pendiri dinasti Seleukus.
Sumber banyak pengetahuan kita akan Asoka adalah prasasti-prasasti yang banyak ditinggalkannya dan dipahatkannya di pilar-pilar dan batu-batu di seluruh wilayah kekaisarannya. Maharaja Asoka juga dikenal sebagai Piyadasi (dalam bahasa Pali) atau Priyadarsi (dalam bahasa Sansekerta) yang berarti "berparas baik" atau "dikaruniai Dewa-Dewa dengan berkah baik". Semua prasastinya memiliki sentuhan kekaisaran dan menunjukkan rasa kasih sesama yang mendalam; ia menyapa rakyatnya dengan kata "anak-anakku". Prasasti-prasasti ini mempromosikan moral sesuai agama Buddha dan memberi semangat pada tindakan non-kekerasan serta keteguhan dalam melaksanan Dharma (kewajiban atau tindakan yang bajik). Prasasti-prasasti ini juga membicarakan ketenarannya dan negara-negara taklukkan serta juga negara-negara tetangga yang berusaha menghancurkannya. Informasi tentang peperangan Kalinga juga bisa didapatkan dan juga tentang sekutu-sekutu Asoka. Lalu informasi mengenai pemerintahan sipil juga ada. Pilar-pilar Asoka di Sarnath adalah peninggalan Asoka yang paling dikenal. Mereka dibuat dari batu granit dan merekam kunjungan Asoka kepada maharaja Sarnath pada abad ke-3 SM. Pilar ini memiliki pucuk berbentuk empat kepala singa yang berdiri membelakangi satu sama lain. Lambang India modern adalah keempat singa ini. Singa selain melambangkan kekuasaan Asoka, juga melambangkan sifat kerajaan sang Buddha (singa dianggap raja hutan yang merajai semua margasatwa dan Buddha adalah seorang pangeran mahkota). Dalam menerjamahkan teks-teks yang berada pada prasasti di pilar-pilar ini, para sejarawan bisa mempelajari banyak tentang Kekaisaran Maurya. Namun sulit apakah yang tertulis di situ benar semua atau tidak. Yang jelas ialah teks-teks ini menunjukkan kepada kita bagaimana maharaja Asoka ingin dikenang.
Dalam usahanya ini, ia dibantu oleh putranya Mahinda yang mulia dan putrinya Sanghamitta (yang berarti “mitra Sangha”) dan yang membawa agama Buddha ke Sri Lanka. Asoka membangun ribuan stupa dan vihara bagi penganut Buddha. Stupa-stupa di Sanchi sangat termasyhur dan stupa bernama Sanchi Stupa I didirikan oleh Maharaja Asoka. Selama sisa masa pemerintahannya, ia menganut kebijakan resmi anti-kekerasan ahingsa. Bahkan penyembelihan dan penyiksaan sia-sia terhadap hewan pun dilarang. Margasatwa dilindungi dengan undang-undang sang maharaja yang melarang pemburuan untuk olahraga dan pengisian waktu luang. Pemburuan secara terbatas diperbolehkan untuk maksud konsumsi namun Asoka juga mempromosikan konsep vegetarianisme. Asoka juga menaruh belas kasihan kepada para narapidana di penjara. Mereka diperbolehkan mengambil cuti, sehari dalam waktu setahun. Ia berusaja meningkatkan ambisi profesional rakyat jelata dengan membangun pusat-pusat studi yang mungkin bisa disebut universitas. Ia juga mengupayakan system irigasi bagi pertanian. Rakyatnya diperlakukan secara sama, apapun derajat, agama, haluan politik, ras, sukubangsa dan kasta mereka. Kerajaan-kerajaan di sekeliling wilayahnya yang sebenarnya mudah ditaklukkan ia buat sebagai sekutu yang terhormat.
Asoka juga dipercayai membangun rumah-sakit untuk hewan dan merenovasi jalan-jalan utama yang menghubungkan daerah-daerah di India. Setelah perubahan dirinya, Asoka dikenal sebagai Dhammashoka (bahasa Pali), artinya Asoka, penganut Dhamma, atau Asoka yang Soleh. Bentuknya dalam bahasa Sansekerta adalah Dharmâsoka. Asoka kemudian mendefiniskan prinsip-prinsip dasar dharma (dhamma) sebagai tindakan anti-kekerasan, toleransi terhadap semua sekte atau aliran agama, dan segala pendapat, mematuhii orang tua, menghormati para Brahmana, guru-guru agama dan pandita, baik hati terhadap kawan, perlakuan manusiawi terahadap para pembantu, dan murah hati terhadap semua orang. Prinsip-prinsip ini menyinggung haluan umum etika berkelakuan terhadap sesama di mana tidak ada kelompok agama atau sosial yang bisa menentang.
Beberapa pengkritik perpendapat bahwa Asoka takut akan adanya lebih banyak peperangan. Namun sebenarnya negara-negara tetangganya, termasuk kekaisaran Seleukus dan kerajaan-kerajaan Baktria-Yunani yang didirikan oleh Diodotus I, tidak ada yang bisa menyamai kekuatan Asoka. Asoka hidup pada masa yang sama dengan Antiochus I Soter dan penerusnya Antiochus II Theos dari dinasti Seleukus seperti begitu pula Diodotus I dan putranya Diodotus II dari kerajaan Baktria-Yunani. Jika prasasti-prasasti dan piagam-piagamnya dipelajari dengan teliti, maka bisa disimpulkan bahwa ia mengenal Dunia Helenistik tetapi tidak pernah kagum. Piagam-piagamnya yang membicarakan hubungan persahabatan, memberikan Antiochus dari kekaisaran Seleukus dan Ptolemeus III dari Mesir. Tetapi kemasyhuran kekaisaran Maurya sudah tersebar semenjak kakek Asoka, Candragupta Maurya mengalahkan Seleucus Nicator, pendiri dinasti Seleukus.
Sumber banyak pengetahuan kita akan Asoka adalah prasasti-prasasti yang banyak ditinggalkannya dan dipahatkannya di pilar-pilar dan batu-batu di seluruh wilayah kekaisarannya. Maharaja Asoka juga dikenal sebagai Piyadasi (dalam bahasa Pali) atau Priyadarsi (dalam bahasa Sansekerta) yang berarti "berparas baik" atau "dikaruniai Dewa-Dewa dengan berkah baik". Semua prasastinya memiliki sentuhan kekaisaran dan menunjukkan rasa kasih sesama yang mendalam; ia menyapa rakyatnya dengan kata "anak-anakku". Prasasti-prasasti ini mempromosikan moral sesuai agama Buddha dan memberi semangat pada tindakan non-kekerasan serta keteguhan dalam melaksanan Dharma (kewajiban atau tindakan yang bajik). Prasasti-prasasti ini juga membicarakan ketenarannya dan negara-negara taklukkan serta juga negara-negara tetangga yang berusaha menghancurkannya. Informasi tentang peperangan Kalinga juga bisa didapatkan dan juga tentang sekutu-sekutu Asoka. Lalu informasi mengenai pemerintahan sipil juga ada. Pilar-pilar Asoka di Sarnath adalah peninggalan Asoka yang paling dikenal. Mereka dibuat dari batu granit dan merekam kunjungan Asoka kepada maharaja Sarnath pada abad ke-3 SM. Pilar ini memiliki pucuk berbentuk empat kepala singa yang berdiri membelakangi satu sama lain. Lambang India modern adalah keempat singa ini. Singa selain melambangkan kekuasaan Asoka, juga melambangkan sifat kerajaan sang Buddha (singa dianggap raja hutan yang merajai semua margasatwa dan Buddha adalah seorang pangeran mahkota). Dalam menerjamahkan teks-teks yang berada pada prasasti di pilar-pilar ini, para sejarawan bisa mempelajari banyak tentang Kekaisaran Maurya. Namun sulit apakah yang tertulis di situ benar semua atau tidak. Yang jelas ialah teks-teks ini menunjukkan kepada kita bagaimana maharaja Asoka ingin dikenang.
Prasasti batu pertama Asoka di Girnar
Kata-kata Asoka sendiri seperti diketahui dari piagam-piagamnya adalah: "Semua orang adalah anakku. Aku seperti ayah mereka. Seperti seorang ayah menginginkan kebaikan dan kebahagian untuk anaknya, aku ingin supaya semua orang selalu bahagia." Edward D'Cruz mentafsirkan dharma maharaja Ashoka sebagai "agama yang dipakai sebagai lambing dari sebuah persatuan kekaisaran dan semuah semen perekat untuk mempersatupadukan unsure-unsur heterogen dan berbeda-beda kekaisaran ini".
Kematian dan warisannya
Maharaja Asoka memerintah selama 41 tahun, dan setelah mangkatnya, dinasti Maurya masih bertahan selama lebih dari 50 tahun. Asoka memiliki banyak selir dan anak, namun nama-nama mereka tidaklah diketahui. Mahinda dan Sanghamitta adalah anak kembar yang dilahirkan istri pertamanya, Dewi di kota Ujjayini. Ia mempercayai mereka untuk menyebarkan agama Buddha di dunia yang dikenal dan tak dikenal. Mahinda dan Sanghamitta pergi ke Sri Lanka dan memasukkan Raja, Ratu dan rakyatnya agama Buddha. Mereka lalu berkeliling dunia sampai ke Mesir dunia Helenistik (Yunani). Sehingga mereka tidak bisa melaksanakan kewajiban pemerintahan. Beberapa arsip langka membicarakan penerus Asoka bernama Kunal, yang merupakan putra Asoka dari istri terakhirnya.
Masa kepemimpinan maharaja Asoka bisa saja mudah menghilang dalam sejarah, dengan berselangnya abad, jika ia tidak meninggalkan arsip sejarah apa-apa. Kesaksian maharaja ini ditemukan dalam bentuk pilar-pilar dan batu-batu karang besar yang dipahati secara megah menjadi prasasti. Isinya adalah ajaran-ajaran dan tindakan-tindakan yang ingin ia sebar luaskan. Selain itu Asoka juga mewariskan kita bahasa tertulis pertama di India setelah kota kuna Harrapa. Namun berbeda dengan di Harrapa, teks-teks Asoka bisa kita pahami. Bahasa yang dipakai Asoka dalam menuliskan teks-teks prasastinya adalah sebuah bentuk bahasa rakyat atau bahasa Prakerta/Prakrit dan bukan bahasa Sansekerta.
Pada tahun 185 SM, kurang lebih 50 tahun setelah mangkatnya Asoka, penguasa Maurya terakhir, Brhadrata, dibunuh secara keji oleh panglima perang Maurya, Pusyamitra Sunga, saat ia sedang menginspeksi pasukannya. Pusyamitra Sunga lalu mendirikan dinasti Sunga (185 SM-78 SM) dan hanya memerintah sebagian wilayah Kekaisaran Maurya yang telah runtuh.
Baru hampir 2.000 tahun kemudian di bawah kepemimpinan Akbar yang Agung dan cicitnya (buyutnya) Aurangzeb, sebuah bagian besar anak benua India yang pernah diperintah Asoka, dipersatukan lagi di bawah satu kepemimpinan. Tetapi akhirnya, orang Inggris di bawah Kekaisaran Britania Indialah yang menyatukan anak benua yang terpecah-belah ini menjadi sebuah satuan politik dan merintis jalan menuju munculnya kembali negara Bharata modern yang sembari memakai lambang Asoka, diilhami oleh ajarannya yang penuh dengan rasa kepemimpinan kuat dan rasa kasih sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)