BAB
I
PENDAHULUAN
A.
ISTILAH
AGAMA DAN ARTINYA
Pengertian
agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi atu arti. Oleh karena itu supaya
kita dapat mempunyai pengertian yang luas, perlu disajikan beberapa pengertian
dari bermacam-macam agama yang ada.
Memang
untuk membuat devinisi tentang agama kiranya tidak mudah, sebab devinisi itu
sangat ditentukan oleh sudut pandang dari masing-masing agama, maka tidak
mengherankan kalau dapat menimbulkan bermacam-macam rumusan atau pengertian.
Untuk
itu kita akan mencoba melihat bermacam-macam definisi atau pengertian tentang agama, mulai dari
peristilahannya sampai kepada definisi agama menurut agama masing-masing.
Dalam
bahasa sansekerta istilah “agama” berasal dari:
A=ke
sini
Gam=gaan,
go, gehen=berjalan-jalan.
Sehingga
dapat berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran, kumpulan hokum-hukum,
pendeknya apa saja yang turun temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan.[1]
Kemuduian
di kepulauan nusantara mendapat arti seperti adat, kepercayaan, upacara,
pandangan hidup, sopan santun. Sekarang kata agama atau igama/ugama hamper
sama artinya dengan religi (latin)
atau din (arab).
Tetapi
arti dalam jiwa kerohaniannya agama itu bagi kita ialah dharma atau kebenaran
abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia. Agama adalah kepercayaan
hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal
abadi.[2]
B.
AGAMA
MENURUT AGAMA HINDU
Dalam ajaran agama hindu “agama”
mengandung Pengertian satya, arta, diksa,
tapa, brahma dan yajna. Satya adalah kebenaran yang absolute. Arta adalah
Dharma atau perundang-undangan yang mengatur hidup manusia. Diksa adalah
penyucian. Tapa adalah semua perbuatan suci. Brahma adalah do’a atau
mantra-mantra. Yajna adalah kurban. Pengertian lain juga sebagai dharma.
“dharma”
atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia. Jadi dapat disimpulkan Agama adalah
kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi
yang kekal dan abadi”[3]
C.
LATAR
BELAKANG HISTORIK AGAMA HINDU
Dalam
pertumbuhan Agama Hindu tidak dikenal tokoh agama yang membawa misi ajarannya,
melainkan tumbuh dan berkembang dari adanya dua pertemuan ras (suku bangsa).
Kedua suku bangsa itu terdiri dari bangsa pribumi dan pendatang, yakni bangsa
arya berasal dari suku bangsa indo-jerman (Persia yang dominan) dan suku bangsa
dravida yang merupakan penduduk asli india.
Dilihat
dari segi antropologi, suku arya merupakan bangsa yang telah memiliki peradaban
yang lebih tinggi dan budaya yang sudah mapan dan lebih jauh mereka telah
memiliki agama yakni agama Zoroaster sebagai agama Persia yang sudah dikenal
(menurut al-Qur’an adalah agama majusi). Lebih jauh dari pada itu dari aspek
biologi/fisik ternyata bangsa arya dapat dikatakan tampan, tinggi putih dan
mancung hidungnya. Sedangkan bangsa dravida adalah pribumu india yang terbilang
terbelakang dari aspekperadaban dan budaya dapat di kategorikan masih sangat
rendah dan fisiknya masih perawakan yang terbilang jelek, pendek, hitam dan
pesek hidungnya.[4]
Meskipun
demikian adanya dua tipe kebudayaan dan peradaban yang berbeda inilah yang
melahirkan suatu kesatuan budaya yang dikenal dengan istilah kebudayaan hindi.
Dan pada akhirnyakebudayaan hindi menjelma agama hindu.[5]
Artinya latar belakang agama hindu berawal dari munculnya kebudayaan hindi yang
berproses dari pertemuan suku bangsa yang berbeda taraf kehidupannya. Hal ini
sebagai factor beragamnya doktrin hindu dalam perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut
R. Antoine, sangatlah sulit untuk mendevinisikan Hinduisme, karena “hinduisme
bukanlah satu agama dengan syahadat tunggal yang harus dipatuhi oleh semua
orang. Hinduisme lebih merupakan sebuah federasi berbagai pendekatan terhadap
realitas yang berada dibalik kehidupan”.[6]
Selain
pluralitas doktrin, aliran
serta latihan, ada dua unsure yang membuat elaborasi devinisi menjadi sulit.
Pertama, hinduisme tidak memiliki seorang pendiri seperti dalam Buddhisme,
Kristen dan Islam; kedua, Hinduisme tidak memiliki tubuh otoritas yang
merumuskan batas-batas
dogma.
Hinduisme
dikaitkan dengan mitos Aryan. “mitos Aryan” ini adalah kepercayaan bahwa
Hinduisme merupakan ciptaan suku Aryan yang masuk keindia sekitar 2000 tahun
SM.[7]
Sesungguhnya, di India suku Aryan menemukan suku-suku lain yang telah memiliki
budaya dan agamanya sendiri. Jadi, Hinduisme merupakan hasil campuran antara
unsure-unsur Aryan dan non-aryan (aborigin dan dravida).
Sejarah
kronologis Hinduisme dapat dibagi dalam empat masa (kurun), yakni masa Weda
(1500 SM – 300 SM), masa reaksi atau klasik (300 SM – 1000 M), masa pertengahan
(1000 M – 1800 M), dan masa Modern (1800 M – 1947 M).[8]
SEJARAH DAN ASAL USUL AGAMA HINDU
1.
Bumi
India
Pada
zaman kuno oleh penduduknya India disebut Jambudwipa,
yang artinya benua pohon jambu, atau disebut
bharatwarsa, yang artinya tanah
keturunan bharata. Nama India dijelaskan dari nama sungai sindhu, yang mengairi
daerah barat India. Bangsa Persia menyebut sungai itu dengan sungai Hindu. [9]
India
dipisahkan dari bagian-bagian asia yang lain oleh bukit-bukit yang tertinggi
dan terjal, yaitu dibagian barat oleh tanah pegunungan hindu kush, dibagian
utara oleh bukit-bukit pegunungan Himalaya dan disebelah timur oleh tanah
pegunungan yang memisahkan india dari birma.
Pegunungan
windhya yang membujur dari barat ke timur membagi
india menjadi dua bagian, yaitu india utara dan india selatan.
India
utara memiliki dua lembah sungai yang luas dan subur, yaitu lembah sungai Indus
atau Sindhu di sebelah barat, dan lembah sungai gangga di tengah dan timur,
yang dipisahkan oleh padang pasir thar atau rajasthan dan dataran tinggi
kuruksetra.
India
selatan terdiri dari tanah pegunungan windhya disebelah utaradan lembah pantai
disebelah timur, selatan dan barat, sedang di tengah-tengah terdapat suatu
dataran tinggi dekhan yang sukar sekali dimasuki. Sebagian besar dataran dekhan adalah kering.
2.
Penduduk
India
Penduduk
india yang tertua tergolong bangsa negrito, yang kemudia bercampur dengan
bangsa-bangsa yang mendatangi India. Oleh karena itu bangsa india sekarang ini
adalah bangsa campuran antara bangsa dravida dan bangsa arya.[10]
Bangsa
dravida tersebar diseluruh india. Tetapi di india utara kemudian mereka didesak
oleh bangsa arya yang memasuki india kira-kira pada tahun 1500 SM.
Bangsa
arya termasuk bangsa indo jerman. Dari mana mereka berasal tak dapat diketahui
secara pasti. Ada yang memasuki Eropa Utara, ada juga yang memasuki tanah
Balkan, lalu menyeberang ke asia kecil, menuju iran, dan akhirnya memasuki
india melalui celah-celah khalbar disebelah barat laut. Kemungkinan besar
mereka memasuki india secara bergelombang, dan pelan-pelan merea menduduki
seluruh india utara.
3.
Peradaban
Dravida
Dari
penggalian tanah di Mohenjo Daro dan Harappa dapat diketahui bahwa bangsa
dravida adalah bangsa yang sudah memiliki suatu
peradaban yang tinggi. penggalian tanah itu menunjukkan bahwa:
a. Sebelum
kedatangan bangsa arya bangsa dravida sudah memiliki kota-kota yang besar, yang
dibangun sesuai rencana dengan jalan-jalan besar, yang membujur dari utara ke
selatan.
b. Mereka
juga sudah bisa membuat kapal-kapal yang digunakan untuk berdagang dengan
bangsa-bangsa lain.
c. Mereka
hidup dari pertanian dan mereka cinta damai.
d. Masyarakat
mereka bersifat matriakhal dan tidak mengenal kasta-kasta.
e. Agamanya,
mereka memuja seorang dewi tertinggi yang dianggap sebagai ibu-alam.[11]
4.
Peradaban
Arya
Dibandingkan
dengan peradaban bangsa sindh (peradaban bangsa dravida), peradaban arya belum
dapat dikatakan tinggi. Pada hakikatnya bangsa arya adalah bangsa peternak.
Setelah mereka menetap di india, baru mereka belajar bercocok tanam dari bangsa
dravida, sehingga lambat-laun mereka menjadi petani.[12]
Bangsa
arya adalah bangsa yang pandai berperang. Hal ini disebabkan karena kehidupan
mereka yang mengembara.
Dengan
latar belakang yang demikin inilah, kita akan membicarakan keagamaan bangsa
india.
5.
Sejarah
India Kuno
Mohenjodaro ditemukan disekitar
sungai Indus. Terutama terpusat di sepanjang Indus dan daerah punjab, peradaban
diperluas ke sungai ghaggar-Hakra lembah dan yamuna, gangga-doap yang meliputi
sebagian besar Pakistan, meluas kedalam negara-negara barat seperti India,
Afganistan, bagian timur Balochistan dan Iran.
Mohenjodaro dan Harappa merupakan
kota terbesar yang berada di lembah sungai Indus. Mohenjo-daro dan Harappa
merupakan peradaban yang tinggi nilainya, yang ditandai dengan adanya kota yang
teratur penataannya. Rancangan kota Mohenjodaro dan Harappa termasuk kota
pertama di dunia yaitu menggunakan sanitasi sistem. Didalam kota rumah-rumah
individu atau kelompok dibangun dalam suatu pemukiman dengan memungkinkan
sirkulasi udaranya, dengan jalan agar selau mendapatkan udara yang segar.
Dengan kata lain sistem sirkulasi udara di Mohenjodaro pada waktu itu sudh ada.
Air yang berada dirumah-rumah bersal dari sumur. Dari sebuah ruangan yang
tampaknya terlah disisihkan untuk mandi, air limbanh diarahkan kesaluran
tertutup yang berbasis di jalan utama. Indus kuno sistem pembuangan air kotor
dan saluran air yang dikembangkan dan digunakan dikota-kota deseluruh wilayah
Indus jauh lebih maju daripada yang ditemukan di lokasi perkotaan kontemporer
di Timur Tengah dan bahkan lebih efisien daripada yang ada di banyak daerah di
Pakistan dan India. Mohenjodaro dan Harappa juga menggunakan sisrem irigasi,
hal ini dilihat dari pembuatan pemukiman sudah dipertimbangkan agar rumah-rumah
tidak terkena banjir dengan membuat jalan air. Semua rumah memiliki fasiliras
air dan saluran air.
Sebagan besar penduduk kota telah
bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin dan petani. Bahkan dari daerah
jauh digunakan dikota-kota untuk membangun segel, menak-menik dan objek lain.
Beberapa segel yang digunakan untuk cap tanah liat pada perdagangan barang dan
mungkin memilik kegunaan lain juga. Dan beberapa kerajinan ini masih
diprektekan di India sampai saat ini. Hasil kebudayaan yang terdapat di
Mohenjodaro dan Harappa berupa seni pahat atau ukir kerajinan. Banyak kerajinan
seperti keramik dan batu akik dan menak-menik mengilap digunakan dalam
pembuatan kalung, gelang dan ornamen lain.
Mengingat banyaknya patung-patung
ditemukan di lembah Indus telah secara luas menyatakan bahwa orang-orang
Mohenjodaro dan Harappa menyembah patung yang di sebut ibu dewi yang
melabangkan kesuburan. Beberapa lembah indus menunjukan swastika yang
dikemudian hari, agama dan mitologi, khususnya di india agama-agama hinduisme
dan jainisme. Bukti paling awal unsur-unsur Hindu yang ada sebelum dan sesudah
awal periode Harappa ditemukan simbol-simbol Hindu yang berupa siva lingam.
6.
Sejarah
Agama Hindu
Dalam membicarakan agama hindu, perlu
mengetahui sejarah yang panjang dari gejala-gejala keagamaan yang telah
terlebur didalam agama hindu. Dimulai dari zaman perkembangan
kebudayaan-kebudayaan besar di Mesopotamia dan mesir. Karena rupanya antara
tahun 3000 dan 2000 SM dilembah sungai Sindhu (Indus) sudah ada bangsa-bangsa
yang peradabannya menyerupai kebudayaan bangsa sumeria di daerah sungai Eufrat
dan tigris, maka terdapat peradaban yang sama disepanjang pantai dari laut
tengah sampai ke telukBenggala. Rentangan daerah antara tempat-tempat di
sepanjang pantai dari laut tengah sampai ke teluk Benggala terdapat peradaban
yang sama, yang sedikit demi sedikit meningkat pada perkembangan yang tinggi.[13]
Bukti-bukti
arkeologis menunjukkan bahwa di Punjab dan di sebelah utara Karachi, ditemukan
puing-puing kota yang sangat tua yang berasal dari masa 2500-2000 SM, yang
memberikan gambaran tentang suatu masyarakat yang teratur baik.
Penduduk
india pada zaman itu terkenal sebagai bangsa Dravida[14].
Mula-mula mereka tinggal tersebar diseluruh negeri, tetapi lama kelamaan hanya
tinggal disebelah selatan dan memerintah
negerinya sendiri, karena mereka disebelah utara hidup sebagai orang taklukan
dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut negeri itu.
Antara
tahun 2000 dan 1000 SM dari sebelah utara masuk ke india kaum Arya[15],
yang memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran yang memasuki India malalui
jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush. Bangsa Arya itu serumpun dengan bangsa
jerman, yunani Romawi dan bangsa-bangsa lain di Eropa dan Asia. Mereka
tergolong dengan apa yang kita sebut rumpun Indo Jerman. Namun peradabannya
leih rendah dari bangsa dravida. Setelah bangsa pendatang tadi menetap di
dataran sungai sindhu yang subur, bercampurlah mereka lama-kelamaan dengan
penduduk asli bangsa dravida tadi.
Semula
orang beranggapan bahwa kebudayaan India itu seluruhnya merupakan kebudayaan yang
dibawa oleh bangsa Arya, tetapi setelah penggalian-penggalian di Mohenjo Daro dan Harappa, berubah pandangan
orang. Tertanya kebudayaan bangsa arya lebih rendah daripada bangsa dravida .
umpamanya saja, bangsa arya belum mempunyai patung-patung dewa, bangsa dravida
sudah. Pengakuan adanya dewa-dewa induk, merupakan sebuah gejala yang khas
didalam agama Hindu pra-arya.
Jadi
dapatlah dikonstatasi dengan jelas, bahwa agama Hindu tumbuh dari dua sumber
yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang
berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu.
Agama
angsa Arya kita kenal dari kitab-kitabnya yaitu kitab-kitab weda. Oleh karena
itu masa yang tertua dari agam Hindu disebut masa Weda.
MASA WEDA (1500 SM – 300 SM)
Secara
garis besar, sejarah panjang hinduisme dapat dibedakan menjadi tiga periode
besar, seperti yang diperlihatkan oleh bagan berikut:

Zaman
agama weda[16] zaman brahmana:
zaman pertentangan kelas, timbul system kasta dan tersusun kitab-kitab brahmana
zaman
Upanishad: gerakan menentang brahmanisme dipelopori oleh
pendeta atau rsi yang mengaku menerima wahyu dan menyusun kitab-kitab
Upanishad. Ajaran dasarnya: kesatuan yang ada. Brahman adalah satu Tuhan. The
unity of being.
Masa Agama Weda
Zaman
ini dimulai dari datangnya bangsa arya kurang lebih 2500 tahun SM ke India,
dengan menempati lembah sungai Sindhu, yang juga dikenal dengan nama Punjab (daerah lima aliran
sungai).[17]
Mereka belum banyak penyesuaian dengan peradaban purba bangsa India. Cirri yang
menonjol pada periode ini adalah:
1. Pembacaan
kitab-kitab suci weda yang empat (weda samhita) yang terdiri dari: rigweda
(1000 pujian atau sukta), sama weda (1549 stansa, pujian dalam bentuk nyanyian),
yajur weda (berisi yajus atau rapal), atharwa weda (berisi mantra-mantra yang
sakti).
2. Korban-korban
untuk para dewata serta cenderung menggunakan sesaji dan diiringi pembacaan
mantra do’a, nyanyian, sutra suci.
3. Menyembah
banyak dewa yang terdiri dari dewa yang dapat mengendalikan kekuatan alam
seperti: dewa angin (bayu), dewa awan (indra), dewa kesubran (sri), dan dewa api
(agni).[18]
Lebih
dari pada itu dapat dijelaskan bahwa pada zaman ini hidup keagamaan orang hindu
didasarkan atas kitab-kitab yang disebut:
Weda Samhita, yang artinya pengumpulan weda. Kata “Weda” berasal dari “Wid”
= tahu. Menurut tradisi hindu kitab-kitab ini ialah buah ciptaan dewa Brahma
sendiri. Isinya diwahyukan oleh dewa Brahma kepada para resi atau para pendeta
dalam bentuk mantera-mantera, yang kemudian disusun sebagai pujian-pujianoleh
para resi sebagai pernyataan rasa hatinya.[19]
Mantera-mantera
tadi disusun lalu dibukukan menjadi empat bagian atau Samhita, yaitu:
1)
Rig
Weda
berisi mantra-mantra dalam bentk pujin-pujian, yang digunakan untuk mengundang
para dewa, agar berkenan hadir pada upacara kurban. Imam-imam atau pendeta yang
mengadakan pujian ini disebut Hotr.
2)
Sama
Weda berisi pujian-pujian yang diberi lagu (sama=lagu).
Imam atau pendeta yang menyanyikan sama-weda disebut udgatr. Menyanyikannya
pada waktu kurban dipersembahkan.
3)
Yayur
Weda
berisi yajus atau rapal, diucapkan oleh imam atau pendeta yang disebut adwarya,
yaitu pada saat ia melaksanakan upacara kurban. Rapal-rapal itu bukan dipakai
untuk memuja para dewa, melainkan untuk mengubah kurban-kurban menjadi makanan
dewa.
4)
Atharwa
weda
berisi mantra-mantra sakti yang dihubungkan dengan hidup keagamaan yang rendah,
seperti tampak pada sihir dan tenung.
Isi
kitab Weda pada umumnya mengenai ritus (upacara-upacara keagamaan) terutama
soal korban. Bermacam-macam cara korban diuraikan didalamnya dan yang
terpenting ialah korban yang menggunakan air soma (semacam minuman yang
penyelenggaraannya memerlukan banyak biaya dan tenaga).
Pandangan
mereka terhadap dewa-dewa pada zaman permulaan weda ini, pada hakikatnya adalah
seperti kepercayaan bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India. Jadi
Politeisme, yaitu mempercayai dan menyembah banyak dewa dan dewa-dewa itu
antara yang satu dengan yang lain sama tinggi kedudukannya. Tetapi mereka
mengakui adanya tata tertib alam atau kosmos yang disebut “arta” dan dipandang
sebagai pengejawantahan dari daya kekuatan . tiap daya kekuatan adalah dewa.
Karena itu arta harus dijaga kelangsungannya sehingga dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Untuk menjaga kelangsungan ini perlu diadakan ritus.
Menyalahi tata tertib atau arta dianggap dosa.
Menurut
kepercayaan kuno, disamping dewa-dewa masih ada roh-roh jahat yang berkuasa dan
sebagian merupakan musuh dewa.
Karena
belum adanya gambaran tentang adanya dewa yang berpribadi, maka sikap
penyembahan mereka terhadap dewa-dewanya bukan sebagai makhluk yang rendah
terhadap Tuhan yang maha kuasa, melainkan sebagai daya upaya mempengaruhi
kekuatan-kekuatan gaib agar mengikuti kehendak mereka. Jadi hubungan mereka dengan
kekuatan-kekuatan tersebut bersifat magis, sehingga fungsi ritus menjadi amat
penting sebagai alat untuk mempengaruhi dewa-dewa.
Masa Agama Brahmana
Agama
brahmana bersumber dari kitab
brahmana, yaitu bagian
kitab weda yang kedua. Isinya memeberikan keterangan tentang korban . oleh
karena itu kitab-kitab ini menguraikan upacara-upacara korban, membicarakan nilainya serta mencoba mencari
asal usul korban.
Perkembangan
agama hindu pada zaman brahmana ini merupakan peralihan dari zaman weda samhita
ke zaman brahmana. Kehidupan beragama zaman ini ditandai dengan pemusatan
keaktifan pada batin atau rohani dalam berbagai upacara korban.
Pada
periode ini sangat menonjol kekuasaan para imam, ahli agama (rsi). Pembacaan
kitab suci diprioritaskan kepada imam, do’a dan mantra serta korban hanya
melewati para imam yang dapat sampai kepada dewa. Imam atau ahli agama itu
disebut brahmana.[20]
Pada
zaman brahmana mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[21]
1.
Korban mendapat tekanan yang berat.
2.
Para imam (brahmana) menjadi golongan
yang paling berkuasa.
3.
Perkembangan kasta dan asrama
4.
Dewa-dewa beruah perangainya
5.
Timbulnya kitab-kitab sutra
Masalah
korban
Pada
zaman weda purba korban masih menjadi alat untuk mempengaruhi para dewa, agar
mereka berkenan menolong manusia. Namun pada zaman itu juga sudah tampak
gejala-gejala magi, yaitu bahwa Korban dipandang sebagai alat untuk memaksa
para dewa menolong manusia. Jadi sebenarnya korban itu sendiri sudah dipandang
sebagai memiliki daya magis, yang lebih kuasa dari pada dewa. Bahkan dikatakan
bahwa penciptaan dunia itu hasil dari adanya korban yang dilakukan oleh dewa
yang tertinggi, yaitu prajapati atau brahma.
Kasta
Agama
brahmana mengenal adanya kasta-kasta, yaitu kasta brahmana (pendeta), Ksatria
(pemegang tumpuk pemerintahan), waisya (pekerja), dan sudra (rakyat biasa).
Tentang riwayat bagaimana system kasta ini muncul, masih merupakan masalah yang
paling rumit dan membingungkan
Prinsip
dasar peraturan “catur Varna” (empat kasta) adalah endogamis. Perpindahan kasta
tidak diperbolehkan dan juga tidak mungkin. Artinya seorang laki-laki harus
kawin hanya dengan wanita dari kasta yang sama dan anaknya lahir dalam kasta
yang sama dengan orang tuanya.
Varna
atau kasta yang lebih tinggi selalu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan
lebih “enak”. Hal ini tercantum dalam kitab undang-undang Manawa Dharma Sastra. Didalamnya ditetapkan bahwa sesuatu kejahatan
akan lebih ringan kalau yang melakukannya seorang brahmana daripada kalau
kejahatan tersebut dilakukan oleh seorang ksatria, dan akan lebih berat lagi
kalau yang melakunnya seorang dari golongan yang lebih rendah.
Asrama
Asrama
adalah tingkatan hidup. Dalam agama brahmana disebutkan adanya empat tingkatan
hidup yang harus diakui setiap orang penganut agama tersebut. Sebelum memasuki
keempat tingkatan tersebut setiap orang harus lebih dahulu melakukan upacara upanayana., yaitu upacara menjadikan
seseorang anak menjadi dwija dan
resmi sebagai anggota kasta. Dan siap memasuki tingkatan-tingkatan kehidupan
sebagai berikut:
1.
Brahmacarin,
yaitu masa belajar mencari ilmu pengetahuan untuk bekal menjalani kehidupan
selanjutnya. anak akan meninggalkkan rumah orangtuanya dan menetap sebagai
siswa dikediaman seorang guru untuk mempelajari isi kitab Weda
2.
Grhasta,
setelah
pelajaran selesai, maka dimulai dengan perkawinan. Setelah itu mulailah ia
menjadi kepala keluarga yang bertanggung
jawab mendidik anaknya dan melaksanakan kewajiban sesaji dan upacara korban
3.
Vanaprastha,
adalah
kehidupan di hutan. Tingkatan ini adalah tingkatan yang harus di tempuh apabila
seseorang sudah mencapai usia lanjut. Hal ini dilakukan supaya dapat memberikan
ketenangan dan keheningan berfikir dalam upayanya mencapai kesempurnaan hidup.
Segala ikatan duniawi harus dilepaskannya untuk sepenuhnya mengabdikan diri
secara keagamaan.
4.
Sanyasin,
yaitu
tingkatan pertapa yang telah lepas dari kehidupan dunia. Sekalipun ia masih
hidup didunia ini namun ia sama sekali telah melepaskan dri dari permasalahaan
dunia sehingga terbuka kesempatan untuk mencapai moksha.
Masa Agama Upanishad
Dengan
adanya “catur asrama” itu, terutama vanaprashta dan sanyasin menyebabkan mereka
sempat mempelajari weda dengan mendalam sehingga dapat menghasilkan kitab-kitab
yang berisi renungan-renngan yang bersifat filosofis, kitab-kitab yang dikarang
pada waktu mereka mengasingkan diri di hutan itu dinamakan kitab-kitab aranyaka
(kiab-kitab rimba). Diantara kitab-kitab tersebut yang diakui tinggi mutunya
sebagai itab filsafat hindu adalah Upanishad (artinya duduk bersimpuh didekat
gurunya untuk mendengarkan wejangan-wejangan yang bersifat rahasia (khusus).
Upanishad terutama mengandung ajaran-ajaran filosofis tentang hakikat atma (
atmawidya). Jadi titik beratnya adalah ontology. Didalamnya diuraikan tentang
hubungan antara Brahman dan atman.[22]
Kehidupan agama Hindu pada zaman ini
bersumber pada ajaran-ajaran kitab Upanishad yang tergolong sruti dan
dijelaskan secara filosofis. Konsepsi-konsepsi menyangkut keyakinan Panca Sraddha dijadikan titik tolak
pembahasan oleh para arif bijaksana dan para rsi. Selain itu, konsep tentang
tujuan hidup disebut Catur Purusa Artha yang
terdiri dari dharma, artha, karma dan mokhsa, diformulasikan
menjadi lebih jelas.[23]
Pada zaman inilah kitab-kitab Upanishad mulai diperkenalkan yang kesemuaannya
berjumlah 108 buah, dan tiap-tiap weda samhita mempunyai Upanishad tersendiri.
Tuntutan-tuntutan keagamaan pada zaman Upanishad diarahkan untuk meningglkan
ikatan keduniawian dan kembali ke asal sebagai tujuan akhir mencapai moksa
untuk menyatu dengan Brahman.
Upanishad juga sering disebut wedanta,
artinya akhir weda. Masalah asal-usul dan tujuan manusia serta alam semesta
digali secara mendalam dalam Upanishad. isinya banyak yang tidak lagi bersumber
pada brahmana, bahkan kitab ini menjadi penentang utama terhadap kekuasaan muthlak
para pendeta.
Didalam upanishad terdapat uraian filosofis
tentang atman, Brahman, karma, samsara dan moksa, yang kemuian dijadikan
pancasraddha hindu. Dengan singkat, masa Upanishad (750-550 SM) ini merupakan
permulaan kesuburan filsafat hindu.[24]
PANCA SRADDHA (POKOK-POKOK AJARAN
AGAMA HINDU)
o
Brahman
Brahmana
pada dasrnya merupakan ajaran teologi yang secara sentarl berbicara tentang
hubungan zat tuhan sebagai prima kausa bagi kejadian segala alam dan isinya.
Ajaran ini pada hakikatnya meliputi keyakinan akan adanya penguasa tunggal atas
segala jagat raya ini yang memungkinkan tuhanlah satu-satunya Brahman yang
menguasai alam ini. sebagai manusia juga berada dalam kekuasaannya. Brahmanalah
yang menjadikan segala yang ada, sekaligus Brahman ada pada segala kejadian
yakni alam dan seisinya.
o
Atman
Jika
Brahman ada pada alam maka atman merupakan prima kausa danya manusia. Artinya
manusia itu ada karena adanya atman. Atman merupakan dinamika kehidupan
manusia. Dengan demikian pada diri manusia terdpat atman yang disebut jiwatman
atau jiwa penggerak atau jiwa yang menghidupkan.
o
Karma
Kegiatan
manusia yang disebut perbuatan dan merupakan aktifitas badaniah dan batiniah
ini disebut karma. Jadi karena manusia itu bergerak maka terjadi karma. Dan
adanya karma itu menyebabkan adanya hasil perbuatan yang disebut kharmaphala.
Perbuatan yang baik menyebabkan phala yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
o
Samsara/reinkarnasi
Samsara pada
hakikatnya merupakan pengulangan hidup atau berulang kembali hidup ke dunia
disebabkan akibat dari kehidupan duniawi pada masa sebelumnya. Pengulangan
hidup dapat diartikan sebagai pembalasan atas segala perbuatan (karma) yang
dilakukan oleh manusia selama ia hidup di dunia. Samsara tidak akan terjadi
berdasarkan karmanya, namun terjadi apabila karma seseorang baik jahat atau
buruk, maka samsara akan ditemuinya dengan aneka ragam bentuk yang setimpal.
o
Moksa/kelepasan
Moksa
merupakan doktrin kelepasan yang menunjukkan bahwa manusia itu telah terbebas
dari adanya penderitaan yang disebabkan oleh terlalu banyaknya keinginan
manusia.
Makin
banyaknya keinginan menyebabkan seluruh tenaga dan fikiran atau konsentrasi
tertuju padanya dan secara tidak langsung manusia telah dikuasai oleh hawa
nafsu dan seluruh dorongan kebutuhan yang bersifat material, akibatnya
kehidupan spiritual terhindari. Itulah sebabnya moksa
menundukkan kelepasan dari hawa nafsu dan keinginan dan menuju jalan Brahman
(hidup bersama Brahman).
Didalam
konteks pemahaman Brahman dan atman menurut ajaran hindu adalah keduanya
identik. Dengan demikian moksa berarti kembalinya manusia/bersatunya manusia
dengan atmannya yang merupakan penggerak atau penyebab adanya manusia.
MASA REAKSI/KLASIK (
300 S.M - 1000 M)
Spekulasi canggih serta mistisisme
intelektual ternyata tidak dapt memuaskan aspirasi religious manusia biasa.
Raksi ini diikuti oleh spekulasi skelompok kecil arif-bijaksana yang memisahkan
diri dengan cirri-ciri sebagai berikut:
1.
Penakanan pada moralitas, pengendalian
diri dan kerja yang baik
2.
Interpretasi yang rasional terhadap masalah
kehidupan manusia.
3.
Penlakan tehadap ritualisme serta
menghormati kehidupan dunia hewan.
4.
Kepercayaan terhadap tuhan personal,
kepada siapa manusia dapt memuja dan mempersembahkan devosinya
Menurut Arvind Sharma, terdapat dua
bentuk reaksi terhadap ritual qurban model Weda, yakni: eksternal dan internal.
Pada abad ke-6 SM, di India muncul dua gerakan utama yang mendudukkan diri
mereka diluar kekolotan hokum weda, yakni Buddhisme dan Jainisme. Buddhisme dan
Jainisme memang menolak otoritas dan tradisi Weda, terutama mengenai komitmen terhadap
tujuan serta kehidupan duniawi, institusi kasta dan tahap-tahap keehidupan.
Jika kita melihat bukti-bukti arkeologis dari abad ke-2 SM sampai abad ke-2 M,
maka bukti menunujukkan bahwa gelombang pasang sedang memihak pada Buddhisme,
dan sejumlah besar orang asing yang masuk ke India pada waktu itu juga menjadi
pengkut Buddhisme.
Namun lambat laun gelombang pasang
tersebut berbalik. Pendirian dinasti Gupta di India Utara sekitar 300 M,
memberikan tanda kebangkitan kembali Hinduisme. Pada abad ke-3 sampai abad
ke-10, Hinduisme telah berhasil secara gemilang mendudukkan diri sebagai agama
dominan di India.
Ketika Fa Hsien mengunjungi India pada
abad ke-4, Buddhisme memang sudah berkembang, tetapi tanda-tanda kebangkitan
Hinduisme juga sudah tampak jelas. Hal ini dibuktikan dengan adanya interaksi
baik antara Hinduisme dan Buddhisme, yakni antara India dan Cina.[1]
Kebangkitan Hinduisme di masa klasik terkait erat dengan kebangkitan kesadaran
akan Weda, yang secara grafis digambarkan lewat imaji raksasa seekor babi yang merupakan inkarnasi
dewa Wishnu, yang menyelamatkan bumi dari kejatuhannya.
MASA PERTENGAHAN
(1000-1800 M)
Cirri uama pada masa ini menunjukkan
bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme
sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh belas serangan
yang gemilang ke India yang mematahkan perlawanan orang-orang hindu dengan
mudah. Dia lebih tetarik untik menghancurkan
ota-kota daripada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama
Rajput di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad ghuri, pada tahun 1200,
dinasti Budak (slave dinasti) telah
endirikan aturan muslim di India Utara dan berakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang baik, sampai
kedatangan Islam. Islam memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme, disatu pihak,
Islam menganjurkan berpindah agama; dipihak lain, Islam mendorong kecenderungan
yang lebih egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncul
tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antar keduanya, seperti
Kabir (abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), dadu (1544-1603).
Memang ada interaksi antara Islam Mistis
dan hinduisme, namun ajaran utama Hinduisme menarik diri kedalam kerang
pelindung; dan secara mendasar berada dalam cengkeraman keputusan politik, sehingga
berbalik kea rah penghiburan spiritual pada Tuhan. Hal ini terlihat dengan
berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa atau pengunduran diri dari kehidupan
duniawi. Kehidupan sanyasin menjadi
semacam pelarian diri, seperti yang dilihat jelas oleh Guru Nanak. Pada sekitar
abad ke-16, keekstriman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya devosional
dengan kualitas sensasional, yang gerakannya diwakili oleh Surdas, Tulsidas,
Mirabai, dan lain-lain. Gerakan devosional (bhakti)
ini dikatakan berasal dari India Selatan, dimana para devote Wishnu dan Shiwa
sudah mencapai puncaknya pada abad ke-9.
Islam masuk
kewilayah India selatan dengan disingkirkanya Deogiri oleh malik kafur pada
1307. Sejarah mencatat bahwa ketiga aliran utama Wedanta yang diwakili oleh Shahantar
(abad ke-9), Ramanuja (abad ke-12) dan Madhva (abad ke-13) muncul di selatan.
Walaupun pemikiran Ramanuja dan Madhva adalah lebih bersifat teistik, namun
masih tetap mengikuti konsep Wedanta dan bukan hanya bersifar Devosional saja.
Pada masa ini, dua gerakan poliktik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah,
kerajaan Vijayanagar diselatan dan kerajaan Marathas dibagian barat
India(terlepas dari kaum Sikh di punjab). Dimas akerajaan Vijayanagar, terjadi
kebangkitan kembali studi atas Weda adn komentar hindu atas Weda yang ditulis
oleh Sayana. Kemudian juga Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli di
bidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi
Devosional saat itu berpusat pada Rama dan Krishna yang merupakan reinkarnasi
Wisnu.
Ciri paling
menonjol pada masa muslim (1200-1257) ini adalh berkembangnya agama Wisnu (Vaisnaviahm).
Vaisnavishm populer ini disebarkan diwilayah Maharastra oleh Mahadeva ( abad
ke-14) dan Tukaram (abad ke-17);sedangkan diutara, Vaishnavishm berkembang
dalam bentuk penyembahan terhadap Rama.
Penggaruh islam
dapat dilihat dari gerakan religius diutara dengan ciri monotheisme ketat,
tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemijaan terhadap imaji (patung,
gambar, dsb). Sebagai contoh adalah kabir (abad ke-15) ayng mengajarkan agama
universal berdasarkan realisasi personal akn tuhan yang tinggal dihati manusia.
Kemudian, Gurunanak (1469-1538) mendirikan agama Sikh yang berusaha untuk
menyelaraskan Islam dan Hinduisme.
MASA
MODERN ( 1800-1947)
Pengaruh budaya barat memberiakn dampak menentukan bagi Hinduisme.
Rasionalisme dan Positifisme cukup memikat pikiran orang-orang yang tidak puas
dengan Hinduisme tradisional. Berbagi gerakan reformasi dimulai, dimana Brahma-Samaj,
Arya Samaj dan Ramakrisna Mision merupakan gerakan yang paling penting.
Masukna orang-orang Inggrissebagai penjajah membuat Hinuisme menghadapi
situasi yang berbeda secara kualitatif. Pada saat yang sama, Hinduisme
dihadapkan degan sebuah ancaman baru, yakni : Sains, Sekuralisme dan Humanisme.
Justru melalui inisiatif orang-orang Barat, pengetahuan tentang Hinduisme
ditemukan kembali dan termasukstudi atas kitab Weda. Pernyataan seorang tokoh
nasionalis Suami vivekananda bahwa Maxmuller yang mengedit Rig Weda dimasa
modern adalah rinkarnasi dari Sayana dimasa kerajaan Vijayanagar.
Tokoh remormasi Hindu pertama adalah Raha Rammohun Roy berusaha untik
membenarkan monoteisme yang berbasis Wedanta. Sekitar 1830, dia mendirikan
gerakan Brahma Samaj diwilayah Benagl untuk melanjutkan perjuangannya. Kemudian
diahir abad ke-19, Suami Dayananda Sarawati mendirikan gerakan Arya samaj di
Bomaby, memperkuat keabsolutan Weda yang telah dicetuskan oleh gerakan Brahma
Samaj.
Menjelang ahir abad ke-19 dan awal absdke-20, perkembangan Hinduisme
mengalami proses pembalikan. Dimasa modern, walaupun Hinduisme sekali lagi
mendapat tekanan dari sumber Kristiani yang rasional, modernis dan reformis,
Hinduisme tidak bereaksi denagn cara yang sama. Hinduisme sekarang meninggikan
penagalaman religius diatas otoritas religius dan tidak lagi terikat pada otoritas
Weda.
Hampir semua tokoh-tokoh religius India dimasa modern seperti B.G. Tilak
(1858-1920), R. Tahore (1861-1941), SriAurobinto ( 1872-1950), dan Mahatma
Ghandi ( 1986-1948) ...... Semuanya mengambil inspirasi mereka dari Weda,
walaupun bukan dari otoritas Weda, bahkan Sri Ramana Maharshi (1879-1950)
mewajibkan pembacaan Weda secara teratur di ashram Tiruvannamalai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manaf, Mudjahid. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, cet. II, 1996
Ali, Matius. Filsafat India sebuah Pengantar Hinduisme
dan Buddhisme. Tangerang: Sanggar Luxor, 2010
Djam’annuri. Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama
(sebuah pengantar. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, cet. II, 2002
Ghazali, M. Bahri. Studi Agama-Agama Dunia: Bagian agama non
semitik. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1994
Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: Gunung
Mulia, cet. XVII, 2010
Honig, A. G. Jr. Ilmu
Agama. diterjemahan oleh M.D Koesoemosoesastro dan Sugiarto. Jakarta: PT
BPK gunung Mulia, cet. XIII, 2011
H.M Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta:
PT. Golden Terayon Press, cet. VI, 1995
[1]
Bukti adanya interaksi antara Hinduisme dan Buddhisme adalah ketika Hsuan-Tsang
meminta agar kutipan dari rig- Weda
dikirim kepadanya setelah ia kembali ke cina, dan seorang raja Hindu memintanya
untuk menterjemahkan tao Te ching kedalam
bahasa sansekerta
[1]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah
Agama-Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet. II, h. 1
[2]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah
Agama-Agama, cet. II, h. 2
[3]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah
Agama-Agama, cet. II, h. 2
[4] M.
Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama Dunia:
Bagian agama non semitik, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h.16
[5] M.
Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama Dunia:
Bagian agama non semitik, h.16
[6]
Matius Ali. Filsafat India sebuah
Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, (Tangerang: Sanggar Luxor, 2010), h. 15
[7]
Matius Ali. Filsafat India sebuah
Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 16
[8]
Matius Ali. Filsafat India sebuah
Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 16
[9] Harun
Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2010), cet. XVII, h. 9
[10]
Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2010), cet. XVII, h. 10
[11]
Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha,
h.11
[12] Harun
Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha,
cet. XVII, h.11
[13]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,
cet. II, h. 7
[14]
Bangsa Dravida adalah bangsa yang berkulit hitam dan berhidung pipih,
berperawakan kecil dan berambut keriting.
[15]
Kaum arya adalah mereka yang berkulit putih dan berbadan tegap , bentuk
hidungnya melengkung sedikit.
[16] Djam’annuri. Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar), (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2002),
cet. II, h. 33
[17]
Djam’annuri. Agama Kita: perspektif
sejarah agama-agama (sebuah pengantar), h.36
[18]
M. Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama
Dunia: Bagian agama non semitik, h. 17
[19]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah
Agama-Agama, cet. II, h. 9
[20]
M. Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama
Dunia: Bagian agama non semitik, h. 17
[21]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah
Agama-Agama, cet. II, h. 11
[22]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,
cet. II, h.15-16
[24]
Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah
Agama-Agama, cet. II, h. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)