28 Nov 2012

SEJARAH AGAMA HINDU: Zaman Peradaban Sungai Indus, Veda Periodi, Zaman Klasik sampai Kemerdekaan India


BAB I
PENDAHULUAN

A.      ISTILAH AGAMA DAN ARTINYA
Pengertian agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi atu arti. Oleh karena itu supaya kita dapat mempunyai pengertian yang luas, perlu disajikan beberapa pengertian dari bermacam-macam agama yang ada.
Memang untuk membuat devinisi tentang agama kiranya tidak mudah, sebab devinisi itu sangat ditentukan oleh sudut pandang dari masing-masing agama, maka tidak mengherankan kalau dapat menimbulkan bermacam-macam rumusan atau pengertian.
Untuk itu kita akan mencoba melihat bermacam-macam definisi  atau pengertian tentang agama, mulai dari peristilahannya sampai kepada definisi agama menurut agama masing-masing.
Dalam bahasa sansekerta istilah “agama” berasal dari:
A=ke sini
Gam=gaan, go, gehen=berjalan-jalan.
Sehingga dapat berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran, kumpulan hokum-hukum, pendeknya apa saja yang turun temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan.[1]
Kemuduian di kepulauan nusantara mendapat arti seperti adat, kepercayaan, upacara, pandangan hidup, sopan santun. Sekarang kata agama atau igama/ugama hamper sama artinya dengan religi (latin) atau din (arab).
Tetapi arti dalam jiwa kerohaniannya agama itu bagi kita ialah dharma atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia. Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal abadi.[2]

B.       AGAMA MENURUT AGAMA HINDU
Dalam ajaran agama hindu “agama” mengandung Pengertian satya, arta, diksa, tapa, brahma dan yajna. Satya adalah kebenaran yang absolute. Arta adalah Dharma atau perundang-undangan yang mengatur hidup manusia. Diksa adalah penyucian. Tapa adalah semua perbuatan suci. Brahma adalah do’a atau mantra-mantra. Yajna adalah kurban. Pengertian lain juga sebagai dharma.
“dharma” atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia. Jadi dapat disimpulkan Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi yang kekal dan abadi”[3]


C.      LATAR BELAKANG HISTORIK AGAMA HINDU
Dalam pertumbuhan Agama Hindu tidak dikenal tokoh agama yang membawa misi ajarannya, melainkan tumbuh dan berkembang dari adanya dua pertemuan ras (suku bangsa). Kedua suku bangsa itu terdiri dari bangsa pribumi dan pendatang, yakni bangsa arya berasal dari suku bangsa indo-jerman (Persia yang dominan) dan suku bangsa dravida yang merupakan penduduk asli india.
Dilihat dari segi antropologi, suku arya merupakan bangsa yang telah memiliki peradaban yang lebih tinggi dan budaya yang sudah mapan dan lebih jauh mereka telah memiliki agama yakni agama Zoroaster sebagai agama Persia yang sudah dikenal (menurut al-Qur’an adalah agama majusi). Lebih jauh dari pada itu dari aspek biologi/fisik ternyata bangsa arya dapat dikatakan tampan, tinggi putih dan mancung hidungnya. Sedangkan bangsa dravida adalah pribumu india yang terbilang terbelakang dari aspekperadaban dan budaya dapat di kategorikan masih sangat rendah dan fisiknya masih perawakan yang terbilang jelek, pendek, hitam dan pesek hidungnya.[4]
Meskipun demikian adanya dua tipe kebudayaan dan peradaban yang berbeda inilah yang melahirkan suatu kesatuan budaya yang dikenal dengan istilah kebudayaan hindi. Dan pada akhirnyakebudayaan hindi menjelma agama hindu.[5] Artinya latar belakang agama hindu berawal dari munculnya kebudayaan hindi yang berproses dari pertemuan suku bangsa yang berbeda taraf kehidupannya. Hal ini sebagai factor beragamnya doktrin hindu dalam perkembangannya.



BAB II
PEMBAHASAN

Menurut R. Antoine, sangatlah sulit untuk mendevinisikan Hinduisme, karena “hinduisme bukanlah satu agama dengan syahadat tunggal yang harus dipatuhi oleh semua orang. Hinduisme lebih merupakan sebuah federasi berbagai pendekatan terhadap realitas yang berada dibalik kehidupan”.[6]
Selain pluralitas doktrin, aliran serta latihan, ada dua unsure yang membuat elaborasi devinisi menjadi sulit. Pertama, hinduisme tidak memiliki seorang pendiri seperti dalam Buddhisme, Kristen dan Islam; kedua, Hinduisme tidak memiliki tubuh otoritas yang merumuskan batas-batas dogma.
Hinduisme dikaitkan dengan mitos Aryan. “mitos Aryan” ini adalah kepercayaan bahwa Hinduisme merupakan ciptaan suku Aryan yang masuk keindia sekitar 2000 tahun SM.[7] Sesungguhnya, di India suku Aryan menemukan suku-suku lain yang telah memiliki budaya dan agamanya sendiri. Jadi, Hinduisme merupakan hasil campuran antara unsure-unsur Aryan dan non-aryan (aborigin dan dravida).
Sejarah kronologis Hinduisme dapat dibagi dalam empat masa (kurun), yakni masa Weda (1500 SM – 300 SM), masa reaksi atau klasik (300 SM – 1000 M), masa pertengahan (1000 M – 1800 M), dan masa Modern (1800 M – 1947 M).[8]

SEJARAH DAN ASAL USUL AGAMA HINDU 

1.    Bumi India
Pada zaman kuno oleh penduduknya India disebut Jambudwipa, yang artinya benua pohon jambu, atau disebut bharatwarsa, yang artinya tanah keturunan bharata. Nama India dijelaskan dari nama sungai sindhu, yang mengairi daerah barat India. Bangsa Persia menyebut sungai itu dengan sungai Hindu. [9]
India dipisahkan dari bagian-bagian asia yang lain oleh bukit-bukit yang tertinggi dan terjal, yaitu dibagian barat oleh tanah pegunungan hindu kush, dibagian utara oleh bukit-bukit pegunungan Himalaya dan disebelah timur oleh tanah pegunungan yang memisahkan india dari birma.
Pegunungan windhya yang membujur dari barat ke timur membagi india menjadi dua bagian, yaitu india utara dan india selatan.
India utara memiliki dua lembah sungai yang luas dan subur, yaitu lembah sungai Indus atau Sindhu di sebelah barat, dan lembah sungai gangga di tengah dan timur, yang dipisahkan oleh padang pasir thar atau rajasthan dan dataran tinggi kuruksetra.
India selatan terdiri dari tanah pegunungan windhya disebelah utaradan lembah pantai disebelah timur, selatan dan barat, sedang di tengah-tengah terdapat suatu dataran tinggi dekhan yang sukar sekali dimasuki. Sebagian besar dataran dekhan adalah kering.

2.    Penduduk India
Penduduk india yang tertua tergolong bangsa negrito, yang kemudia bercampur dengan bangsa-bangsa yang mendatangi India. Oleh karena itu bangsa india sekarang ini adalah bangsa campuran antara bangsa dravida dan bangsa arya.[10]
Bangsa dravida tersebar diseluruh india. Tetapi di india utara kemudian mereka didesak oleh bangsa arya yang memasuki india kira-kira pada tahun 1500 SM.
Bangsa arya termasuk bangsa indo jerman. Dari mana mereka berasal tak dapat diketahui secara pasti. Ada yang memasuki Eropa Utara, ada juga yang memasuki tanah Balkan, lalu menyeberang ke asia kecil, menuju iran, dan akhirnya memasuki india melalui celah-celah khalbar disebelah barat laut. Kemungkinan besar mereka memasuki india secara bergelombang, dan pelan-pelan merea menduduki seluruh india utara.

3.    Peradaban Dravida
Dari penggalian tanah di Mohenjo Daro dan Harappa dapat diketahui bahwa bangsa dravida adalah bangsa yang sudah memiliki suatu peradaban yang tinggi. penggalian tanah itu menunjukkan bahwa:
a.    Sebelum kedatangan bangsa arya bangsa dravida sudah memiliki kota-kota yang besar, yang dibangun sesuai rencana dengan jalan-jalan besar, yang membujur dari utara ke selatan.
b.    Mereka juga sudah bisa membuat kapal-kapal yang digunakan untuk berdagang dengan bangsa-bangsa lain.
c.    Mereka hidup dari pertanian dan mereka cinta damai.
d.   Masyarakat mereka bersifat matriakhal dan tidak mengenal kasta-kasta.
e.    Agamanya, mereka memuja seorang dewi tertinggi yang dianggap sebagai ibu-alam.[11]


4.    Peradaban Arya
Dibandingkan dengan peradaban bangsa sindh (peradaban bangsa dravida), peradaban arya belum dapat dikatakan tinggi. Pada hakikatnya bangsa arya adalah bangsa peternak. Setelah mereka menetap di india, baru mereka belajar bercocok tanam dari bangsa dravida, sehingga lambat-laun mereka menjadi petani.[12]
Bangsa arya adalah bangsa yang pandai berperang. Hal ini disebabkan karena kehidupan mereka yang mengembara.
Dengan latar belakang yang demikin inilah, kita akan membicarakan keagamaan bangsa india.
5.    Sejarah India Kuno
Mohenjodaro ditemukan disekitar sungai Indus. Terutama terpusat di sepanjang Indus dan daerah punjab, peradaban diperluas ke sungai ghaggar-Hakra lembah dan yamuna, gangga-doap yang meliputi sebagian besar Pakistan, meluas kedalam negara-negara barat seperti India, Afganistan, bagian timur Balochistan dan Iran.
Mohenjodaro dan Harappa merupakan kota terbesar yang berada di lembah sungai Indus. Mohenjo-daro dan Harappa merupakan peradaban yang tinggi nilainya, yang ditandai dengan adanya kota yang teratur penataannya. Rancangan kota Mohenjodaro dan Harappa termasuk kota pertama di dunia yaitu menggunakan sanitasi sistem. Didalam kota rumah-rumah individu atau kelompok dibangun dalam suatu pemukiman dengan memungkinkan sirkulasi udaranya, dengan jalan agar selau mendapatkan udara yang segar. Dengan kata lain sistem sirkulasi udara di Mohenjodaro pada waktu itu sudh ada. Air yang berada dirumah-rumah bersal dari sumur. Dari sebuah ruangan yang tampaknya terlah disisihkan untuk mandi, air limbanh diarahkan kesaluran tertutup yang berbasis di jalan utama. Indus kuno sistem pembuangan air kotor dan saluran air yang dikembangkan dan digunakan dikota-kota deseluruh wilayah Indus jauh lebih maju daripada yang ditemukan di lokasi perkotaan kontemporer di Timur Tengah dan bahkan lebih efisien daripada yang ada di banyak daerah di Pakistan dan India. Mohenjodaro dan Harappa juga menggunakan sisrem irigasi, hal ini dilihat dari pembuatan pemukiman sudah dipertimbangkan agar rumah-rumah tidak terkena banjir dengan membuat jalan air. Semua rumah memiliki fasiliras air dan saluran air.
Sebagan besar penduduk kota telah bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin dan petani. Bahkan dari daerah jauh digunakan dikota-kota untuk membangun segel, menak-menik dan objek lain. Beberapa segel yang digunakan untuk cap tanah liat pada perdagangan barang dan mungkin memilik kegunaan lain juga. Dan beberapa kerajinan ini masih diprektekan di India sampai saat ini. Hasil kebudayaan yang terdapat di Mohenjodaro dan Harappa berupa seni pahat atau ukir kerajinan. Banyak kerajinan seperti keramik dan batu akik dan menak-menik mengilap digunakan dalam pembuatan kalung, gelang dan ornamen lain.
Mengingat banyaknya patung-patung ditemukan di lembah Indus telah secara luas menyatakan bahwa orang-orang Mohenjodaro dan Harappa menyembah patung yang di sebut ibu dewi yang melabangkan kesuburan. Beberapa lembah indus menunjukan swastika yang dikemudian hari, agama dan mitologi, khususnya di india agama-agama hinduisme dan jainisme. Bukti paling awal unsur-unsur Hindu yang ada sebelum dan sesudah awal periode Harappa ditemukan simbol-simbol Hindu yang berupa siva lingam.

6.    Sejarah Agama Hindu
Dalam membicarakan agama hindu, perlu mengetahui sejarah yang panjang dari gejala-gejala keagamaan yang telah terlebur didalam agama hindu. Dimulai dari zaman perkembangan kebudayaan-kebudayaan besar di Mesopotamia dan mesir. Karena rupanya antara tahun 3000 dan 2000 SM dilembah sungai Sindhu (Indus) sudah ada bangsa-bangsa yang peradabannya menyerupai kebudayaan bangsa sumeria di daerah sungai Eufrat dan tigris, maka terdapat peradaban yang sama disepanjang pantai dari laut tengah sampai ke telukBenggala. Rentangan daerah antara tempat-tempat di sepanjang pantai dari laut tengah sampai ke teluk Benggala terdapat peradaban yang sama, yang sedikit demi sedikit meningkat pada perkembangan yang tinggi.[13]
Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa di Punjab dan di sebelah utara Karachi, ditemukan puing-puing kota yang sangat tua yang berasal dari masa 2500-2000 SM, yang memberikan gambaran tentang suatu masyarakat yang teratur baik.
Penduduk india pada zaman itu terkenal sebagai bangsa Dravida[14]. Mula-mula mereka tinggal tersebar diseluruh negeri, tetapi lama kelamaan hanya tinggal disebelah selatan  dan memerintah negerinya sendiri, karena mereka disebelah utara hidup sebagai orang taklukan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut negeri itu.
Antara tahun 2000 dan 1000 SM dari sebelah utara masuk ke india kaum Arya[15], yang memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran yang memasuki India malalui jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush. Bangsa Arya itu serumpun dengan bangsa jerman, yunani Romawi dan bangsa-bangsa lain di Eropa dan Asia. Mereka tergolong dengan apa yang kita sebut rumpun Indo Jerman. Namun peradabannya leih rendah dari bangsa dravida. Setelah bangsa pendatang tadi menetap di dataran sungai sindhu yang subur, bercampurlah mereka lama-kelamaan dengan penduduk asli bangsa dravida tadi.
Semula orang beranggapan bahwa kebudayaan India itu seluruhnya merupakan kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya, tetapi setelah penggalian-penggalian  di Mohenjo Daro dan Harappa, berubah pandangan orang. Tertanya kebudayaan bangsa arya lebih rendah daripada bangsa dravida . umpamanya saja, bangsa arya belum mempunyai patung-patung dewa, bangsa dravida sudah. Pengakuan adanya dewa-dewa induk, merupakan sebuah gejala yang khas didalam agama Hindu pra-arya.
Jadi dapatlah dikonstatasi dengan jelas, bahwa agama Hindu tumbuh dari dua sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu.
Agama angsa Arya kita kenal dari kitab-kitabnya yaitu kitab-kitab weda. Oleh karena itu masa yang tertua dari agam Hindu disebut masa Weda. 

MASA WEDA (1500 SM – 300 SM)

Secara garis besar, sejarah panjang hinduisme dapat dibedakan menjadi tiga periode besar, seperti yang diperlihatkan oleh bagan berikut:
                                                 Zaman weda purba: para rsi berhasil menyusun kitab suci weda yang empat

Zaman agama weda[16]        zaman brahmana: zaman pertentangan kelas, timbul system kasta dan    tersusun kitab-kitab brahmana
                                             zaman Upanishad: gerakan menentang brahmanisme dipelopori oleh pendeta atau rsi yang mengaku menerima wahyu dan menyusun kitab-kitab Upanishad. Ajaran dasarnya: kesatuan yang ada. Brahman adalah satu Tuhan. The unity of being.

Masa Agama Weda
Zaman ini dimulai dari datangnya bangsa arya kurang lebih 2500 tahun SM ke India, dengan menempati lembah sungai Sindhu, yang juga dikenal dengan nama Punjab (daerah lima aliran sungai).[17] Mereka belum banyak penyesuaian dengan peradaban purba bangsa India. Cirri yang menonjol pada periode ini adalah:
1.    Pembacaan kitab-kitab suci weda yang empat (weda samhita) yang terdiri dari: rigweda (1000 pujian atau sukta), sama weda (1549 stansa, pujian dalam bentuk nyanyian), yajur weda (berisi yajus atau rapal), atharwa weda (berisi mantra-mantra yang sakti).
2.    Korban-korban untuk para dewata serta cenderung menggunakan sesaji dan diiringi pembacaan mantra do’a, nyanyian, sutra suci.
3.    Menyembah banyak dewa yang terdiri dari dewa yang dapat mengendalikan kekuatan alam seperti: dewa angin (bayu), dewa awan (indra), dewa kesubran (sri), dan dewa api (agni).[18]
Lebih dari pada itu dapat dijelaskan bahwa pada zaman ini hidup keagamaan orang hindu didasarkan atas kitab-kitab yang disebut: Weda Samhita, yang artinya pengumpulan weda. Kata “Weda” berasal dari “Wid” = tahu. Menurut tradisi hindu kitab-kitab ini ialah buah ciptaan dewa Brahma sendiri. Isinya diwahyukan oleh dewa Brahma kepada para resi atau para pendeta dalam bentuk mantera-mantera, yang kemudian disusun sebagai pujian-pujianoleh para resi sebagai pernyataan rasa hatinya.[19]
Mantera-mantera tadi disusun lalu dibukukan menjadi empat bagian atau Samhita, yaitu:
1)        Rig Weda berisi mantra-mantra dalam bentk pujin-pujian, yang digunakan untuk mengundang para dewa, agar berkenan hadir pada upacara kurban. Imam-imam atau pendeta yang mengadakan pujian ini disebut Hotr.
2)        Sama Weda berisi pujian-pujian yang diberi lagu (sama=lagu). Imam atau pendeta yang menyanyikan sama-weda disebut udgatr. Menyanyikannya pada waktu kurban dipersembahkan.
3)        Yayur Weda berisi yajus atau rapal, diucapkan oleh imam atau pendeta yang disebut adwarya, yaitu pada saat ia melaksanakan upacara kurban. Rapal-rapal itu bukan dipakai untuk memuja para dewa, melainkan untuk mengubah kurban-kurban menjadi makanan dewa.
4)        Atharwa weda berisi mantra-mantra sakti yang dihubungkan dengan hidup keagamaan yang rendah, seperti tampak pada sihir dan tenung.
Isi kitab Weda pada umumnya mengenai ritus (upacara-upacara keagamaan) terutama soal korban. Bermacam-macam cara korban diuraikan didalamnya dan yang terpenting ialah korban yang menggunakan air soma (semacam minuman yang penyelenggaraannya memerlukan banyak biaya dan tenaga).
Pandangan mereka terhadap dewa-dewa pada zaman permulaan weda ini, pada hakikatnya adalah seperti kepercayaan bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India. Jadi Politeisme, yaitu mempercayai dan menyembah banyak dewa dan dewa-dewa itu antara yang satu dengan yang lain sama tinggi kedudukannya. Tetapi mereka mengakui adanya tata tertib alam atau kosmos yang disebut “arta” dan dipandang sebagai pengejawantahan dari daya kekuatan . tiap daya kekuatan adalah dewa. Karena itu arta harus dijaga kelangsungannya sehingga dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk menjaga kelangsungan ini perlu diadakan ritus. Menyalahi tata tertib atau arta dianggap dosa.
Menurut kepercayaan kuno, disamping dewa-dewa masih ada roh-roh jahat yang berkuasa dan sebagian merupakan musuh dewa.
Karena belum adanya gambaran tentang adanya dewa yang berpribadi, maka sikap penyembahan mereka terhadap dewa-dewanya bukan sebagai makhluk yang rendah terhadap Tuhan yang maha kuasa, melainkan sebagai daya upaya mempengaruhi kekuatan-kekuatan gaib agar mengikuti kehendak mereka. Jadi hubungan mereka dengan kekuatan-kekuatan tersebut bersifat magis, sehingga fungsi ritus menjadi amat penting sebagai alat untuk mempengaruhi dewa-dewa.
Masa Agama Brahmana
Agama brahmana bersumber dari kitab brahmana, yaitu bagian kitab weda yang kedua. Isinya memeberikan keterangan tentang korban . oleh karena itu kitab-kitab ini menguraikan upacara-upacara korban, membicarakan nilainya serta mencoba mencari asal usul korban.
Perkembangan agama hindu pada zaman brahmana ini merupakan peralihan dari zaman weda samhita ke zaman brahmana. Kehidupan beragama zaman ini ditandai dengan pemusatan keaktifan pada batin atau rohani dalam berbagai upacara korban.
Pada periode ini sangat menonjol kekuasaan para imam, ahli agama (rsi). Pembacaan kitab suci diprioritaskan kepada imam, do’a dan mantra serta korban hanya melewati para imam yang dapat sampai kepada dewa. Imam atau ahli agama itu disebut brahmana.[20]
Pada zaman brahmana mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[21]
1.        Korban mendapat tekanan yang berat.
2.        Para imam (brahmana) menjadi golongan yang paling berkuasa.
3.        Perkembangan kasta dan asrama
4.        Dewa-dewa beruah perangainya
5.        Timbulnya kitab-kitab sutra


Masalah korban
Pada zaman weda purba korban masih menjadi alat untuk mempengaruhi para dewa, agar mereka berkenan menolong manusia. Namun pada zaman itu juga sudah tampak gejala-gejala magi, yaitu bahwa Korban dipandang sebagai alat untuk memaksa para dewa menolong manusia. Jadi sebenarnya korban itu sendiri sudah dipandang sebagai memiliki daya magis, yang lebih kuasa dari pada dewa. Bahkan dikatakan bahwa penciptaan dunia itu hasil dari adanya korban yang dilakukan oleh dewa yang tertinggi, yaitu prajapati atau brahma.
Kasta
Agama brahmana mengenal adanya kasta-kasta, yaitu kasta brahmana (pendeta), Ksatria (pemegang tumpuk pemerintahan), waisya (pekerja), dan sudra (rakyat biasa). Tentang riwayat bagaimana system kasta ini muncul, masih merupakan masalah yang paling rumit dan membingungkan
Prinsip dasar peraturan “catur Varna” (empat kasta) adalah endogamis. Perpindahan kasta tidak diperbolehkan dan juga tidak mungkin. Artinya seorang laki-laki harus kawin hanya dengan wanita dari kasta yang sama dan anaknya lahir dalam kasta yang sama dengan orang tuanya.
Varna atau kasta yang lebih tinggi selalu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih “enak”. Hal ini tercantum dalam kitab undang-undang Manawa Dharma Sastra. Didalamnya ditetapkan bahwa sesuatu kejahatan akan lebih ringan kalau yang melakukannya seorang brahmana daripada kalau kejahatan tersebut dilakukan oleh seorang ksatria, dan akan lebih berat lagi kalau yang melakunnya seorang dari golongan yang lebih rendah.
Asrama
Asrama adalah tingkatan hidup. Dalam agama brahmana disebutkan adanya empat tingkatan hidup yang harus diakui setiap orang penganut agama tersebut. Sebelum memasuki keempat tingkatan tersebut setiap orang harus lebih dahulu melakukan upacara upanayana., yaitu upacara menjadikan seseorang anak menjadi dwija dan resmi sebagai anggota kasta. Dan siap memasuki tingkatan-tingkatan kehidupan sebagai berikut:
1.        Brahmacarin, yaitu masa belajar mencari ilmu pengetahuan untuk bekal menjalani kehidupan selanjutnya. anak akan meninggalkkan rumah orangtuanya dan menetap sebagai siswa dikediaman seorang guru untuk mempelajari isi kitab Weda
2.        Grhasta, setelah pelajaran selesai, maka dimulai dengan perkawinan. Setelah itu mulailah ia menjadi kepala keluarga  yang bertanggung jawab mendidik anaknya dan melaksanakan kewajiban sesaji dan upacara korban
3.        Vanaprastha, adalah kehidupan di hutan. Tingkatan ini adalah tingkatan yang harus di tempuh apabila seseorang sudah mencapai usia lanjut. Hal ini dilakukan supaya dapat memberikan ketenangan dan keheningan berfikir dalam upayanya mencapai kesempurnaan hidup. Segala ikatan duniawi harus dilepaskannya untuk sepenuhnya mengabdikan diri secara keagamaan.
4.        Sanyasin, yaitu tingkatan pertapa yang telah lepas dari kehidupan dunia. Sekalipun ia masih hidup didunia ini namun ia sama sekali telah melepaskan dri dari permasalahaan dunia sehingga terbuka kesempatan untuk mencapai moksha.
Masa Agama Upanishad
Dengan adanya “catur asrama” itu, terutama vanaprashta dan sanyasin menyebabkan mereka sempat mempelajari weda dengan mendalam sehingga dapat menghasilkan kitab-kitab yang berisi renungan-renngan yang bersifat filosofis, kitab-kitab yang dikarang pada waktu mereka mengasingkan diri di hutan itu dinamakan kitab-kitab aranyaka (kiab-kitab rimba). Diantara kitab-kitab tersebut yang diakui tinggi mutunya sebagai itab filsafat hindu adalah Upanishad (artinya duduk bersimpuh didekat gurunya untuk mendengarkan wejangan-wejangan yang bersifat rahasia (khusus). Upanishad terutama mengandung ajaran-ajaran filosofis tentang hakikat atma ( atmawidya). Jadi titik beratnya adalah ontology. Didalamnya diuraikan tentang hubungan antara Brahman dan atman.[22]
   Kehidupan agama Hindu pada zaman ini bersumber pada ajaran-ajaran kitab Upanishad yang tergolong sruti dan dijelaskan secara filosofis. Konsepsi-konsepsi menyangkut keyakinan Panca Sraddha dijadikan titik tolak pembahasan oleh para arif bijaksana dan para rsi. Selain itu, konsep tentang tujuan hidup disebut Catur Purusa Artha yang terdiri dari dharma, artha, karma dan mokhsa, diformulasikan menjadi lebih jelas.[23] Pada zaman inilah kitab-kitab Upanishad mulai diperkenalkan yang kesemuaannya berjumlah 108 buah, dan tiap-tiap weda samhita mempunyai Upanishad tersendiri. Tuntutan-tuntutan keagamaan pada zaman Upanishad diarahkan untuk meningglkan ikatan keduniawian dan kembali ke asal sebagai tujuan akhir mencapai moksa untuk menyatu dengan Brahman.
   Upanishad juga sering disebut wedanta, artinya akhir weda. Masalah asal-usul dan tujuan manusia serta alam semesta digali secara mendalam dalam Upanishad. isinya banyak yang tidak lagi bersumber pada brahmana, bahkan kitab ini menjadi penentang utama terhadap kekuasaan muthlak para pendeta.
   Didalam upanishad terdapat uraian filosofis tentang atman, Brahman, karma, samsara dan moksa, yang kemuian dijadikan pancasraddha hindu. Dengan singkat, masa Upanishad (750-550 SM) ini merupakan permulaan kesuburan filsafat hindu.[24]


PANCA SRADDHA (POKOK-POKOK AJARAN AGAMA HINDU)

o    Brahman
       Brahmana pada dasrnya merupakan ajaran teologi yang secara sentarl berbicara tentang hubungan zat tuhan sebagai prima kausa bagi kejadian segala alam dan isinya. Ajaran ini pada hakikatnya meliputi keyakinan akan adanya penguasa tunggal atas segala jagat raya ini yang memungkinkan tuhanlah satu-satunya Brahman yang menguasai alam ini. sebagai manusia juga berada dalam kekuasaannya. Brahmanalah yang menjadikan segala yang ada, sekaligus Brahman ada pada segala kejadian yakni alam dan seisinya.
o    Atman
       Jika Brahman ada pada alam maka atman merupakan prima kausa danya manusia. Artinya manusia itu ada karena adanya atman. Atman merupakan dinamika kehidupan manusia. Dengan demikian pada diri manusia terdpat atman yang disebut jiwatman atau jiwa penggerak atau jiwa yang menghidupkan.
o    Karma
       Kegiatan manusia yang disebut perbuatan dan merupakan aktifitas badaniah dan batiniah ini disebut karma. Jadi karena manusia itu bergerak maka terjadi karma. Dan adanya karma itu menyebabkan adanya hasil perbuatan yang disebut kharmaphala. Perbuatan yang baik menyebabkan phala yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
o    Samsara/reinkarnasi
       Samsara pada hakikatnya merupakan pengulangan hidup atau berulang kembali hidup ke dunia disebabkan akibat dari kehidupan duniawi pada masa sebelumnya. Pengulangan hidup dapat diartikan sebagai pembalasan atas segala perbuatan (karma) yang dilakukan oleh manusia selama ia hidup di dunia. Samsara tidak akan terjadi berdasarkan karmanya, namun terjadi apabila karma seseorang baik jahat atau buruk, maka samsara akan ditemuinya dengan aneka ragam bentuk yang setimpal.
o    Moksa/kelepasan
       Moksa merupakan doktrin kelepasan yang menunjukkan bahwa manusia itu telah terbebas dari adanya penderitaan yang disebabkan oleh terlalu banyaknya keinginan manusia.
       Makin banyaknya keinginan menyebabkan seluruh tenaga dan fikiran atau konsentrasi tertuju padanya dan secara tidak langsung manusia telah dikuasai oleh hawa nafsu dan seluruh dorongan kebutuhan yang bersifat material, akibatnya kehidupan spiritual terhindari. Itulah sebabnya moksa menundukkan kelepasan dari hawa nafsu dan keinginan dan menuju jalan Brahman (hidup bersama Brahman).
       Didalam konteks pemahaman Brahman dan atman menurut ajaran hindu adalah keduanya identik. Dengan demikian moksa berarti kembalinya manusia/bersatunya manusia dengan atmannya yang merupakan penggerak atau penyebab adanya manusia.


MASA REAKSI/KLASIK ( 300 S.M - 1000 M)

Spekulasi canggih serta mistisisme intelektual ternyata tidak dapt memuaskan aspirasi religious manusia biasa. Raksi ini diikuti oleh spekulasi skelompok kecil arif-bijaksana yang memisahkan diri dengan cirri-ciri sebagai berikut:
1.        Penakanan pada moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik
2.        Interpretasi yang rasional terhadap masalah kehidupan manusia.
3.        Penlakan tehadap ritualisme serta menghormati kehidupan dunia hewan.
4.        Kepercayaan terhadap tuhan personal, kepada siapa manusia dapt memuja dan mempersembahkan devosinya
Menurut Arvind Sharma, terdapat dua bentuk reaksi terhadap ritual qurban model Weda, yakni: eksternal dan internal. Pada abad ke-6 SM, di India muncul dua gerakan utama yang mendudukkan diri mereka diluar kekolotan hokum weda, yakni Buddhisme dan Jainisme. Buddhisme dan Jainisme memang menolak otoritas dan tradisi Weda, terutama mengenai komitmen terhadap tujuan serta kehidupan duniawi, institusi kasta dan tahap-tahap keehidupan. Jika kita melihat bukti-bukti arkeologis dari abad ke-2 SM sampai abad ke-2 M, maka bukti menunujukkan bahwa gelombang pasang sedang memihak pada Buddhisme, dan sejumlah besar orang asing yang masuk ke India pada waktu itu juga menjadi pengkut Buddhisme.
Namun lambat laun gelombang pasang tersebut berbalik. Pendirian dinasti Gupta di India Utara sekitar 300 M, memberikan tanda kebangkitan kembali Hinduisme. Pada abad ke-3 sampai abad ke-10, Hinduisme telah berhasil secara gemilang mendudukkan diri sebagai agama dominan di India.
Ketika Fa Hsien mengunjungi India pada abad ke-4, Buddhisme memang sudah berkembang, tetapi tanda-tanda kebangkitan Hinduisme juga sudah tampak jelas. Hal ini dibuktikan dengan adanya interaksi baik antara Hinduisme dan Buddhisme, yakni antara India dan Cina.[1] Kebangkitan Hinduisme di masa klasik terkait erat dengan kebangkitan kesadaran akan Weda, yang secara grafis digambarkan lewat imaji raksasa seekor babi yang merupakan inkarnasi dewa Wishnu, yang menyelamatkan bumi dari kejatuhannya.

MASA PERTENGAHAN (1000-1800 M)

Cirri uama pada masa ini menunjukkan bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh belas serangan yang gemilang ke India yang mematahkan perlawanan orang-orang hindu dengan mudah. Dia lebih tetarik untik menghancurkan  ota-kota daripada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad ghuri, pada tahun 1200, dinasti Budak (slave dinasti) telah endirikan aturan muslim di India Utara dan berakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang baik, sampai kedatangan Islam. Islam memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme, disatu pihak, Islam menganjurkan berpindah agama; dipihak lain, Islam mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antar keduanya, seperti Kabir (abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), dadu (1544-1603).
Memang ada interaksi antara Islam Mistis dan hinduisme, namun ajaran utama Hinduisme menarik diri kedalam kerang pelindung; dan secara mendasar berada dalam cengkeraman keputusan politik, sehingga berbalik kea rah penghiburan spiritual pada Tuhan. Hal ini terlihat dengan berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa atau pengunduran diri dari kehidupan duniawi. Kehidupan sanyasin menjadi semacam pelarian diri, seperti yang dilihat jelas oleh Guru Nanak. Pada sekitar abad ke-16, keekstriman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya devosional dengan kualitas sensasional, yang gerakannya diwakili oleh Surdas, Tulsidas, Mirabai, dan lain-lain. Gerakan devosional (bhakti) ini dikatakan berasal dari India Selatan, dimana para devote Wishnu dan Shiwa sudah mencapai puncaknya pada abad ke-9.
Islam masuk kewilayah India selatan dengan disingkirkanya Deogiri oleh malik kafur pada 1307. Sejarah mencatat bahwa ketiga aliran utama Wedanta yang diwakili oleh Shahantar (abad ke-9), Ramanuja (abad ke-12) dan Madhva (abad ke-13) muncul di selatan. Walaupun pemikiran Ramanuja dan Madhva adalah lebih bersifat teistik, namun masih tetap mengikuti konsep Wedanta dan bukan hanya bersifar Devosional saja. Pada masa ini, dua gerakan poliktik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah, kerajaan Vijayanagar diselatan dan kerajaan Marathas dibagian barat India(terlepas dari kaum Sikh di punjab). Dimas akerajaan Vijayanagar, terjadi kebangkitan kembali studi atas Weda adn komentar hindu atas Weda yang ditulis oleh Sayana. Kemudian juga Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli di bidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi Devosional saat itu berpusat pada Rama dan Krishna yang merupakan reinkarnasi Wisnu.
Ciri paling menonjol pada masa muslim (1200-1257) ini adalh berkembangnya agama Wisnu (Vaisnaviahm). Vaisnavishm populer ini disebarkan diwilayah Maharastra oleh Mahadeva ( abad ke-14) dan Tukaram (abad ke-17);sedangkan diutara, Vaishnavishm berkembang dalam bentuk penyembahan terhadap Rama.
Penggaruh islam dapat dilihat dari gerakan religius diutara dengan ciri monotheisme ketat, tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemijaan terhadap imaji (patung, gambar, dsb). Sebagai contoh adalah kabir (abad ke-15) ayng mengajarkan agama universal berdasarkan realisasi personal akn tuhan yang tinggal dihati manusia. Kemudian, Gurunanak (1469-1538) mendirikan agama Sikh yang berusaha untuk menyelaraskan Islam dan Hinduisme. 

MASA MODERN ( 1800-1947)

Pengaruh budaya barat memberiakn dampak menentukan bagi Hinduisme. Rasionalisme dan Positifisme cukup memikat pikiran orang-orang yang tidak puas dengan Hinduisme tradisional. Berbagi gerakan reformasi dimulai, dimana Brahma-Samaj, Arya Samaj dan Ramakrisna Mision merupakan gerakan yang paling penting.
Masukna orang-orang Inggrissebagai penjajah membuat Hinuisme menghadapi situasi yang berbeda secara kualitatif. Pada saat yang sama, Hinduisme dihadapkan degan sebuah ancaman baru, yakni : Sains, Sekuralisme dan Humanisme. Justru melalui inisiatif orang-orang Barat, pengetahuan tentang Hinduisme ditemukan kembali dan termasukstudi atas kitab Weda. Pernyataan seorang tokoh nasionalis Suami vivekananda bahwa Maxmuller yang mengedit Rig Weda dimasa modern adalah rinkarnasi dari Sayana dimasa kerajaan Vijayanagar.
Tokoh remormasi Hindu pertama adalah Raha Rammohun Roy berusaha untik membenarkan monoteisme yang berbasis Wedanta. Sekitar 1830, dia mendirikan gerakan Brahma Samaj diwilayah Benagl untuk melanjutkan perjuangannya. Kemudian diahir abad ke-19, Suami Dayananda Sarawati mendirikan gerakan Arya samaj di Bomaby, memperkuat keabsolutan Weda yang telah dicetuskan oleh gerakan Brahma Samaj.
Menjelang ahir abad ke-19 dan awal absdke-20, perkembangan Hinduisme mengalami proses pembalikan. Dimasa modern, walaupun Hinduisme sekali lagi mendapat tekanan dari sumber Kristiani yang rasional, modernis dan reformis, Hinduisme tidak bereaksi denagn cara yang sama. Hinduisme sekarang meninggikan penagalaman religius diatas otoritas religius dan tidak lagi terikat pada otoritas Weda.
Hampir semua tokoh-tokoh religius India dimasa modern seperti B.G. Tilak (1858-1920), R. Tahore (1861-1941), SriAurobinto ( 1872-1950), dan Mahatma Ghandi ( 1986-1948) ...... Semuanya mengambil inspirasi mereka dari Weda, walaupun bukan dari otoritas Weda, bahkan Sri Ramana Maharshi (1879-1950) mewajibkan pembacaan Weda secara teratur di ashram Tiruvannamalai.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manaf, Mudjahid. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet. II, 1996
Ali, Matius. Filsafat India sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme. Tangerang: Sanggar Luxor, 2010
Djam’annuri. Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, cet. II, 2002
Ghazali, M. Bahri. Studi Agama-Agama Dunia: Bagian agama non semitik. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1994
Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: Gunung Mulia, cet. XVII, 2010
Honig, A. G. Jr.  Ilmu Agama. diterjemahan oleh M.D Koesoemosoesastro dan Sugiarto. Jakarta: PT BPK gunung Mulia, cet. XIII,  2011
H.M Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT. Golden Terayon Press, cet. VI, 1995



[1] Bukti adanya interaksi antara Hinduisme dan Buddhisme adalah ketika Hsuan-Tsang meminta agar kutipan dari rig-  Weda dikirim kepadanya setelah ia kembali ke cina, dan seorang raja Hindu memintanya untuk menterjemahkan tao Te ching kedalam bahasa sansekerta




[1] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet. II, h. 1
[2] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h. 2
[3] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h. 2
[4] M. Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama Dunia: Bagian agama non semitik, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h.16
[5] M. Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama Dunia: Bagian agama non semitik, h.16
[6] Matius Ali. Filsafat India sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, (Tangerang: Sanggar Luxor, 2010), h. 15
[7] Matius Ali. Filsafat India sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 16
[8] Matius Ali. Filsafat India sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, h. 16
[9] Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), cet. XVII, h. 9
[10] Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), cet. XVII, h. 10
[11] Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha, h.11
[12] Harun Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha, cet. XVII, h.11
[13] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h. 7
[14] Bangsa Dravida adalah bangsa yang berkulit hitam dan berhidung pipih, berperawakan kecil dan berambut keriting.
[15] Kaum arya adalah mereka yang berkulit putih dan berbadan tegap , bentuk hidungnya melengkung sedikit.
[16] Djam’annuri. Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar), (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2002), cet. II, h. 33
[17] Djam’annuri. Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar), h.36
[18] M. Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama Dunia: Bagian agama non semitik, h. 17
[19] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h. 9
[20] M. Bahri Ghazali. Studi Agama-Agama Dunia: Bagian agama non semitik, h. 17
[21] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h. 11
[22] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h.15-16
[23] Djam’annuri. Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar),h. 37
[24] Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama,  cet. II, h. 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)