27 Nov 2012

KONSEPSI KETUHANAN DALAM HINDU


Konsepsi ketuhanan yang dapat kita lihat dalam ajaran agama hindu secara pokok-pokoknya dapat diterangkan sebagai berikut:

       Agama Hindu Wedha(hindu lama sebelum timbulnya buddhisme)
Mempunyai konsepsi ketuhanan yang bersifat polytheistis yang dimanifestikan dalam jumlah dewa-dewa yang di sebutkan dalam kitab-kitab wedha sebanyak 32 dewa yang mempunyai fungsi masing-masing. Dewa-dewa tersebut dipandang sebagai tokoh simbolis dari satu dewa pokok yaitu brahma. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Dyaus pitar sebagai dewa matahari, sama dengan dewa mitra atau surya dalam agama hindu lama.
2.          vairuna sebagai dewa air sama dengan dewa laut menurut hindu lama
3.   indra sebagai dewa perang, yaitu dewa pelindung bangsa arya dalam peperangan-peperangan melawan suku-suku bangsa lain
4.          yama sebagai dewa maut, yang mengingatkan kita kepada nama dewa Yamadipati dalam cerita-cerita wayang Jawa.
5.             Rudra sebagai dewa badai topan yang terkenal dengan suaranya yang menggeledek.
6.             Vayu sebagai dewa angin sering disebut dengan dewa Bayu
7.             Soma sebagai dewa air soma yang kemudian di pandang sebagai dewa bulan
8.        Agni sebagai dewa api, orang banyak menyebut nama dewa ini karena dewa ini di anggap sebagai pengantar dewa-dewa dalam mengabulkan do’a dan mantra-mantra
9.             Perjaniya sebagai dewa awan dan pembawa hujan disertai petir dan kilat.
10.    Asvin adalah pasangan dewa yang pada zaman wedha ini belum mempunyai fungsi tertentu
11.     Brahma sebagai dewa pencipta alam, yang dianggap sebagai dewa yang paling tinggi, yang Esa pada masa kemudian.
12.         Wisnu dipandang sebagai dewa pemelihara ala mini.
Diantara nama-nama dewa tersebut yang paling banyak mendapatkan pujian adalah dewa Indra dan Agni. Jadi dua orang dewa, Indra dan Agni itulah yang selalu disebut-sebut dalam upacara/qurban. Tetapi dalam perkembangan Hinduisme lebih lanjut nama dewa tersebut tidak pernah disebut dalam upacara lagi, apalagi setelah muncul faham trimurti.      

      Upacara-upacara dan qurban-qurban yang wajib dilakukan
Menurut G.A Wilken: “dasar upacara qurban adalah pemujaan kepada dewa-dewa, roh nenek moyang dan makhluk-makhluk halus yang menempati semesta alam untuk menghindari kemarahannya serta member kepuasan kepada mereka sehingga mereka mau member bantuan/ rahmat kepada manusia”.
Upacara/qurban ditetapkan dalam kitab pedoman agama Hindu yang terdiri dari dua macam yaitu:
Ø  Sautra sutra: berisi petunjuk-petunjuk upacara/qurban yang wajib dikerjakan oleh raja-raja yang dibagi menjadi tiga macam:
o   Raja Surya yaitu upacara dalam pelantikan raja Naitahta
o   Aswameda ialah qurban kuda yang harus dilakukan raja sekali setahun, sebagai tanda kebesaran raja
o   Purushameda yaitu qurban manusia yang diberikan oleh raja (yang kemudian di hapuskan)
Ø  Gerha sutra: ialah tata cara/qurban untuk setiap kepala keluarga yang terdiri dari:
o   Nidya yaitu qurban wajib dilakukan setiap hari oleh kepala keluarga terhadap roh-roh nenek moyang (pitana)
o   Nainidtika ialah qurban yang hanya dilakukan sekali seumur hidup yang berhubungan dengan samskara misalnya pada saat kelahiran, makan nasi pertama, pemberian nama, dan sebagainya.
o   Upanayana ialah upacara memasuki kasta dengan pemberian upavita (tali kasta) pada umur 8-12 tahun, setelah itu upacara perkawinan dan sebagai penutup upacara kematian yang berupa pembakaran mayat.
Dari segi nilai qurban-qurban tersebut dapat dibagi lagi menjadi dua jenis upacara yaitu:
a.         Yaynya besar ialah qurban yang terdiri dari dua macam:
ü  Somayajna yaitu qurban yang dilakukan oleh raja-raja.
ü  Haviryajna yaitu qurban yang terdiri dari upacara kehormatan
b.         Yaynya kecil ialah qurban yang tergolong dalam garhasutra
Menurut Robertson Smith upacara korban mengandung arti pengokohan hubungan kekeluargaan dalam masyarakat dengan makan daging dan minum darah binatang yang oleh masyarakat dipandang sebagai anggotanya. Korban binatang atau manusia untuk dewa-dewa berarti minum darah dan makan daging bersama dewa-dewa. Dengan demikian manusia memperkokoh hubungan persahabatan dengan dewa-dewa.


Sumber Bacaan: 
H. M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dalam rangka belajar, rasanya tak sempurna blog yang saya terbitkan tanpa adanya sekata dua kata yang dilontarkan. Kiranya pembaca dapat menambahkan kritik, saran maupun komentar untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih telah di kunjungi... :-)